REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur, Anwar Solikin mengungkapkan dilematika Pengadilan Agama ketika didorong untuk tidak mengeluarkan dispensasi nikah bagi anak di bawah umur.
Sebab di beberapa daerah di Jawa Timur, ketika Pengadilan Agama enggan mengeluarkan dispensasi nikah, maka masyarakat memilih cara lain, yakni menikahkan anaknya secara siri.
"Dilemanya Pengadilan Agama kalau tidak dikabulkan dispensasi nikah, dia kawin siri. Ketika nikah siri akhirnya mengajukan lagi dan bilang sudah hamil," kata Anwar kepada Republika.co.id, Senin (16/1/2022).
Anwar menjelaskan, di beberapa daerah di Jatim, khususnya daerah yang agamis, alasan orang tua mengajukan dispensasi nikah untuk anaknya karena takut dosa. Orang tua takut anaknya terjerumus ke dalam perzinahan ketika tidak segera menikahkan anaknya.
"Alasannya kalau di daerah-daerah agamis itu takut dosa sehingga didorong Pengadilan Agama mengeluarkan dispensasi. Menghindari zina, takut dosa, dan sebagainya," ujarnya.
Anwar menekankan, untuk mencegah pernikahan anak di bawah umur tidak bisa dilakukan oleh pengadilan saja. Semua pihak harus didorong untuk terlibat di dalamnya. Misalkan para tokoh agama, perlu dibangun kesadarannya untuk tidak gampang memfasilitasi pernikahan secara agama atau kawin siri.
Kemudian, lanjut Anwar, orang tua juga perlu dibangun kesadarannya agar tidak malah memfasilitasi anaknya melakukan pernikahan di bawah umur.
Apalagi berdasarkan Undang-Undang yang ada, usia minimal pernikahan adalah 19 tahun. Karena ketika memutuskan menikah, kedua calon pengantin harus sudah siap baik dari sisi fisik, psikis, maupun ekonomi.
Anwar melanjutkan, pihak sekolah juga harus bisa membangun kesadaran dan pemahaman anak-anak terkait bahaya menikah di usia anak. Karena bukan tidak mungkin anak yang menikah di bawah umur bisa mengalami gangguan kesehatan reproduksi.
Dadang Kurnia