REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Di tahun 2008 Indonesia akhirnya memutuskan untuk keluar dari keanggotan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Putusan ini ditetapkan lantaran angka ekspor Indonesia terus menurun. Sementara angka impor minyak Indonesia juga terus meningkat karena kebutuhan minyak dalam negeri yang juga terus meningkat.
Kenyataan ini cukup menarik. Disaat cadangan minyak melipah Indonesia senang mengekspor tanpa memikirkan kebutuhan dalam negeri di jangka panjang.
Seperti diketahui minyak sendiri menjadi salah satu sendi terpenting dalam kebutuhan sehari-hari. Namun seiring dengan penggunaannya, sumber daya alam ini terus terkuras dan bisa habis kapanpun. Perlu kehati-hatian dalam mengambil kebijakan dalam hal ini.
Cadangan minyak bumi Indonesia saat ini hanya sekitar 0,2 persen, lebih rendah dari Malaysia sebesar 0,4 persen. Penemuan cadangan minyak Indonesia juga menujukkan tren penurunan. Salah satunya disebabkan dari sedikitnya kontrak kerja sama (product sharing contact/PSC) yang terpenuhi, yakni hanya 28 persen atau 30 dari 107 blok.
Saat ini total wilayah kerja migas dan gas metana batubara (GMB) mencapai 321 wilayah kerja yang terdiri dari 75 wilayah kerja eksploitasi dan 246 wilayah kerja eksplorasi. Karena itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai tangan panjang pemerintah terus berupaya untuk tetap melakukan kerja sama dengan berbagai kontraktor guna meningkatkan produksi migas di Tanah Air.
Penulis: Kmas Ardani Amalsyah – Mahasiswa STMIK AKAKOM Yogyakarta