REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kanselir Jerman Olaf Scholz berencana mengunjungi Jepang pada Maret mendatang untuk berdiskusi dengan Perdana Menteri Fumio Kishida, menurut seorang sumber di pemerintah Jepang, Senin (16/1/2023). Kunjungan itu dilakukan saat kedua negara tersebut berusaha memperdalam hubungan di tengah berbagai tantangan global, termasuk invasi Rusia ke Ukraina.
Mengutip Kyodo News, selama kunjungan tersebut, Scholz dan Kishida direncanakan untuk melakukan pembicaraan antarpemerintah, yang juga akan melibatkan para menteri mereka. Kedua pemimpin akan membicarakan berbagai isu, mulai dari krisis energi dan pangan yang diperparah oleh perang Rusia-Ukraina hingga memperkuat mata rantai pasokan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, kata sumber tersebut.
Jerman sudah memiliki kerangka bilateral untuk berdiskusi dengan China, India, dan negara-negara lain. Pada April tahun lalu, Kishida bersama Scholz setuju untuk menyelenggarakan dialog serupa antara Jepang dan Jerman.
Saat Jerman meningkatkan keterlibatannya di kawasan Indo-Pasifik dalam beberapa tahun terakhir, Jepang berusaha memperkuat hubungan dengan Jerman demi merealisasikan ‘Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka’. Pandangan ini dianggap sebagai perlawanan terhadap China, yang meningkatkan kekuatan militer dan ekonominya di kawasan Asia-Pasifik.
Scholz akan menjadi pemimpin Kelompok Tujuh (G7) negara dengan ekonomi terbesar terakhir yang bertemu dengan Kishida setelah Jepang mengambil alih presidensi di kelompok tersebut tahun ini. Pekan lalu, Kishida mengunjungi lima anggota G7 lainnya, yakni Inggris, Kanada, Perancis, Italia, dan Amerika Serikat.
Bersama masing-masing pemimpin negara tersebut, dia sepakat untuk bekerja menyukseskan KTT G7 yang akan diselenggarakan pada 19-21 Mei di Hiroshima. Dalam KTT tersebut, Kishida, seorang anggota parlemen yang mewakili daerah pemilihan di kota barat Jepang yang dihancurkan oleh bom atom AS pada Agustus 1945, berniat untuk mempromosikan visinya tentang dunia tanpa senjata nuklir.
Visi ini dipromosikan di tengah ketakutan bahwa Rusia mungkin akan menggunakan senjata nuklir dalam perang melawan Ukraina.