REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kota Bandung menjadi wilayah dengan angka inflasi tertinggi di Indonesia, menyumbang 2,04 persen dari total inflasi nasional. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar), andil inflasi selama 2022 dipengaruhi oleh sejumlah komoditas.
Antara lain, kenaikan harga bensin, tarif air minum PDAM, tarif ongkos angkutan dalam kota (angkot), dan harga pangan. Khusus harga air minum PDAM, kenaikkannya mencapai 900 persen dari sebelumnya dibanderol Rp 1.000 per meter kubik (m3) naik menjadi Rp 9.000 per meter kubik pada Desember 2022. Satu m3 setara 1.000 liter.
Direktur Utama Perumda Tirtawening Kota Bandung, Sonny Salimi mempertanyakan kebenaran peran tarif air minum PDAM dalam mendorong terjadinya inflasi di ibu kota Provinsi Jabar tersebut. Dia menilai, masih banyak faktor lain yang menyebabkan tingginya inflasi selama setahun belakangan, selain kenaikan tarif air minum yang baru naik pada akhir 2022.
Baca: Tarif Air PDAM Picu Inflasi di Kota Bandung, Sekda Siap Evaluasi
"Gimana bisa ujug-ujug penyesuaian tarif PDAM bisa mempengaruhi inflasi? Harus ditanyakan, validitas atau gimana cara menghitungnya. Penyesuaian tarif kita kan baru Desember ya, bisa enggak mempengaruhi dalam kurun satu tahun inflasi?" ucap Sonny saat dihubungi Republika.co.id di Kota Bandung, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Dia menegaskan, PDAM Tirtawening hanya melayani 38 persen dari total populasi Kota Bandung. Angka itu sekitar 170 ribu pelanggan dari 2,5 juta jiwa penduduk Kota Kembang. Sehingga, peran PDAM dalam tingginya inflasi di Kota Bandung, seharusnya tidak terlalu besar.
"Pertanyaan saya, kan berarti yang membayar PDAM ini baru 38 persen penduduk Kota Bandung, lalu kaitan dengan inflasi Kota Bandung apa?" kata Sonny menggugat data BPS.
Dia menerangkan, penyesuaian tarif air minum PDAM telah sesuai dengan regulasi yang ada dan melalui kajian serta evaluasi yang panjang. Sonny mengeklaim, tingginya inflasi di Kota Bandung dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, bukan hanya kenaikan tarif air minum PDAM.
Baca: UNIBI Bantah Pecat Karyawan yang Hina Jokowi: Mengundurkan Diri
"Kalau dikaitkan oleh inflasi, itu kan urusan daya beli urusan ekonomi secara keseluruhan, bukan urusan PDAM barangkali yah," kata Sonny menyanggah.
Dia juga menyinggung tarif air minum PDAM yang saat ini dibandrol dengan harga Rp 9.000 per meter kubik, atau 1.000 liter. Sonny menilai, harga tersebut masih terjangkau jika dibandingkan pengeluaran rutin lain masyarakat, seperti biaya listrik dan paket internet.
"Air 1.000 liter itu harganya Rp 9.000 atau satu liternya hanya Rp 9 perak, mahal tidak sih? Coba lihat esensinya, orang bayar sebulan Rp 150 ribu-Rp 200 ribu sebulan satu rumah tangga untuk air minum, mahal gak sih?" kata Sonny.
Sementara itu, Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, tarif air minum PDAM menyumbang setidaknya 1,17 persen di tingkat inflasi Kota Bandung. Meski begitu, Yana mengatakan, kenaikan harga air PDAM sudah melalui proses kajian panjang.
Menurut dia, cara lain untuk dapat menurunkan angka inflasi adalah dengan mengkaji tarif selain air minum, seperti biaya pengolahan limbah. Yana berusaha mencari solusi untuk menurunkan angka inflasi di Kota Bandung.
"Memang kemarin dari tingkat inflasi, tarif PDAM itu menyumbang 1,17 persen, dan memang ternyata itu ada beberapa komponen yang menyebabkan kenaikan, bukan hanya tarif air saja tapi pengolahan limbahnya, nah itu yang kemarin saya minta untuk dikaji lagi," ujar Yana saat ditemui di RSUD Ujungberung, Kota Bandung, Senin (16/1/2023).
"Karena kalau penyesuain tarif airnya itu rasanya sudah melalui kajian yang ketat ya, karena harga Rp 9.000 itu untuk satu kubik, satu kubik itu 1.000 liter loh, berarti satu liternya 9 perak, jadi di sisi tarif air bersihnya itu mungkin kajian ya sudah benar," kata Yana melanjutkan.