REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan keluarga korban gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang mengajukan gugatan class action, Safitri mendorong pemerintah memutuskan kasus itu sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Ia meyakini status KLB bakal mempermudah penanganan korban GGAPA yang masih dirawat.
Safitri hadir dalam sidang perdana gugatan class action terhadap kasus GGAPA pada Selasa (17/1) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Safitri kehilangan satu orang anaknya karena menderita GGAPA. Ia berharap gugatan ini dapat membantu korban GGAPA yang tengah berkutat dengan tindakan medis.
"Status KLB ini akan mempermudah akses mereka untuk mendapatkan terapi perawatan yang selama ini masih mengikuti standar biasa, yang masih bolak-balik urus ini-urus itu," kata Safitri kepada wartawan di PN Jakpus pada Selasa (17/1).
Safitri menyebut status KLB bakal membantu penanganan dan pengobatan korban GGAPA. Sebab selama ini ia memantau keluarga korban GGAPA kesulitan dalam pembiayaan medis.
"Tidak ada keringanan, banyak yang tidak ter-cover dan masih banyak yang harus kami keluarkan sendiri," ungkap Safitri.
Safitri juga berharap gugatan ini melahirkan tindakan nyata untuk perbaikan. Terutama untuk korban yang selama ini tak kunjung memperoleh keadilan.
"Ini bukan hanya untuk anak-anak, ini kebetulan korbannya anak-anak bukan karena anak-anak punya imun yang lemah, bukan karena punya penyakit sebelumnya, tapi anak-anak kami anak-anak yang sehat, hanya kebetulan mereka yang apes meminum racun ini," ucap Safitri.
Sebelumnya, desakan agar kasus GGAPA ditetapkan sebagai KLB sempat diutarakan oleh Ketua DPR Puan Maharani, Senator DPD RI Abdul Kholik, anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani A, Ombudsman RI.
Sampai saat ini belum ada keputusan dari pemerintah mengenai hasil kajian status KLB. Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril pada Oktober 2022 menyatakan Undang Undang (UU) dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) menetapkan bahwa KLB hanya digunakan untuk penyakit infeksi menular seperti Covid-19.
Tercatat, Kemenkes menyebutkan terdapat total 269 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia yang tercatat per 26 Oktober 2022. Dari total angka tersebut, sebanyak 73 kasus masih dirawat, 157 kasus meninggal dunia, dan sembuh 39 kasus.
Diketahui, 25 keluarga korban sepakat mengajukan gugatan class action. Gugatan ini ditujukan kepada sembilan pihak, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, PT Megasetia Agung Kimia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Kementerian Kesehatan.