REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guru besar hukum tata negara, Denny Indrayana, menilai sistem pemilu sangatah variatif. Namun menurutnya pilihan sistem pemilu akan tergantung kondisi Masyarakat.
"Pilihan sistem pemilu akan tergantung kondisi Masyarakat, bagaimana masyarakatnya, bagaimana pendidikannya, bagaimana kesiapannya," kata Denny dalam diskusi bertajuk 'Koalisi, Sistem Pemilu, dan Sistem Presidensial Multi Partai', secara daring, Selasa (17/1/2023).
Menurut Denny seharusnya sistem pemilu di Indonesia tidak bergonta-ganti, melainkan ajeg pada satu sistem pemilihan, maksimalkan kelebihannya dan minimalisasi kekurangannya. Selain itu penting juga untuk menegakan sistem pemilihan yang anti politik uang.
"Bagi saya yang penting yang langsung atau tidak langsung, bagi saya yang penting tidak adanya politik uang, itu yang lebih mendasar," ujarnya.
Denny mengatakan politik uang menggerogoti sistem pemilihan baik secara maupun tidak langsung, bahkan dalam semua sistem pemilu di Indonesia. Selain itu Denny juga membandingkan sistem pemilihan di Indonesia dengan sistem pemilihan di Amerika Serikat.
Menurutnya sistem pemilihan di Indonesia memiliki sistem pemilihan lebih langsung, berbeda dengan sistem pemilihan di Amerika Serikat yang menerapkan kemenangan berdasarkan electoral college.
"Direct presidential election adalah salah satu ciri kemurnian presidensial karena dia menguatkan daulat rakyat dan karenanya menurut saya seharusnya ini dikuatkan juga dengan penghapusan presidential election, karena daulat rakyat terdiskon, terdistorsi dengan adanya presidential threshold yang mengebiri kelangsungan pemilhan oleh rakyat menjadi sudah disaring diblokade partai-partai politik yang harus berkoalisi," jelasnya.