Selasa 17 Jan 2023 18:50 WIB

Tuduhan Sadis, Amnesti Internasional Spanyol Sebut Negara Arab Hanya Menunggangi Sepakbola

Negara-Negara Arab dituding cuma mencari muka lewat olahraga.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Gilang Akbar Prambadi
 Foto selebaran yang disediakan oleh Federasi Sepak Bola Kerajaan Spanyol (RFEF) dari pelatih kepala Real Madrid Carlo Ancelotti (kiri) dan pelatih kepala FC Barcelona Xavi Hernandez berpose dengan trofi Piala Super Spanyol di Stadion Internasional Raja Fahd di Riyadh, Arab Saudi, Sabtu, 14 Januari 2023. Real Madrid dan FC Barcelona akan berhadapan di final Piala Super pada Ahad, 15 Januari.
Foto: EPA-EFE/Pablo Garcia
Foto selebaran yang disediakan oleh Federasi Sepak Bola Kerajaan Spanyol (RFEF) dari pelatih kepala Real Madrid Carlo Ancelotti (kiri) dan pelatih kepala FC Barcelona Xavi Hernandez berpose dengan trofi Piala Super Spanyol di Stadion Internasional Raja Fahd di Riyadh, Arab Saudi, Sabtu, 14 Januari 2023. Real Madrid dan FC Barcelona akan berhadapan di final Piala Super pada Ahad, 15 Januari.

REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Arab Saudi baru saja menjadi tempat Piala Super Spanyol yang mempertemukan antara Real Madrid melawan Barcelona. Hampir tak ada sorotan dari perspektif hak asasi manusia terhadap Arab Saudi. Berbeda halnya ketika di Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 yang menjadi sorotan atas pelanggaran HAM.

Presiden RFEF Luis Rubiales menilai diselenggarakannya Piala Super Spanyol di Arab Saudi sebuah kemajuan. Itu membantu hak wanita di Arab Saudi menjadi lebih baik yang diizinkan menonton sepakbola di stadion.

Baca Juga

Direktur Amnesti Internasional Spanyol Estaben Beltran memberikan analisis yang beda tentang Arab Saudi. Saat diwawancara oleh Cedana SER ia di disodori pertanyaan pembuka tentang apakah situasi di Arab Saudi benar-benar membaik?

Ia menilai tidak terlalu melihat kemajuan di Arab Saudi. Peningkatan perempauan diizinkan mengemudi memang dipandang sebuah terobosan. Namun, di beberapa kasus negara tersebut masih melakukan 65 eksekusi mati pada 2021 dan itu sebagai bukti bukan sebuah kemajuan HAM.

Ia menambahkan negara-negara Teluk sedang melakukan strategi mendapatkan pengaruh di panggung global. Negara-negara tersebut yakni Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.

“Ini adalah taktik yang sama dari semua negara ini: kekuatan mereka adalah uang dan melalui olahraga. Jika, misalnya, Piala Dunia atau Pertandingan Olimpiade diberikan [kepada mereka], mereka akan memiliki sistem perbudakan yang sama di Arab Saudi seperti yang mereka miliki di Qatar,” ujarnya dilansir dari football espana, Selasa (17/1/2023).

Ia menerangkan 'Sistem Kafala’ diterapkan di sana merupakan sistem perbudakan di mana setiap pekerja migrant majikannya akan mengambil paspornya dan tak membayarkan enam bulan gajinya. Hal tersebut ia mengeklaim digunakan di Qatar.

Pelatih Barcelona Xavi Hernandez menolak kritik terhadap Qatar bahwa negara tersebut telah mengabaikan HAM. Xaxi justru melihat kenyataan di Qatar dan Arab Saudi tak seperti yang dituduhkan. Mengenai hal tersebut, Beltran secara tersirat menilai Xavi berusaha menutupinya.

"Jelas. Xavi memiliki tradisi panjang berkolaborasi dengan rezim-rezim ini. Saya tidak tahu apa artinya 'ini bukan masalah besar',” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement