REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Seseorang mungkin sering meminta nasihat pada Anda agar dia tidak salah dalam menilai orang lain. Misalnya meminta nasihat tentang orang yang akan bekerja sama dengannya, atau orang yang hendak dinikahinya.
Dalam kondisi tersebut, setan bisa menggoda si pemberi nasihat sehingga nasihat yang diberikannya tercampur dengan bumbu kedengkian.
Kondisi itulah yang perlu diwaspadai setiap Muslim saat memberi nasihat, sebagaimana dijelaskan Imam Nawawi dalam kitabnya, Al-Adzkaar An-Nawawiyah.
Dijelaskan dalam kitab tersebut, bahwa ada ghibah yang diperbolehkan, di antaranya adalah untuk memperingatkan seorang Muslim dari perbuatan jahat dengan menasihatinya.
Misalnya, ketika ada seseorang yang meminta nasihat kepada Anda karena dia akan berbesan dengan seseorang yang lain, atau bermusyarakah dengannya, atau menitipkan sesuatu kepadanya, atau bermuamalah dengannya, dan semacamnya, maka Anda wajib menyampaikan apa yang Anda ketahui tentang orang yang dimaksud dengan sebuah nasihat.
Namun dalam memberikan nasihat, tidak boleh berlebihan. Jika tujuannya telah tercapai hanya dengan berkata misalnya,
"Tidak baik bermuamalah dengannya", atau "Tidak baik berbesan dengannya", maka cukup itu saja dan tidak melebihinya.
Ketika tujuan yang hendak didapat belum juga tercapai, sehingga dibutuhkan informasi yang rinci tentangnya, maka boleh menyampaikannya dengan lebih lengkap.
Meski begitu, perlu kehati-hatian dalam memberikan nasihat tersebut, karena sering kali pemberian nasihat itu disalahgunakan. Ini karena bisa saja nasihat yang Anda berikan tercampur dengan rasa dengki.
Rasa dengki bisa tercampur dalam nasihat karena tipu daya setan, sehingga Anda merasa sudah memberi nasihat terbaik.
Baca juga: Kisah Pembantaian Brutal 20 Ribu Muslim Era Ottoman Oleh Pemberontak Yunani
Inilah yang kemudian seolah ada batasan tipis antara nasihat yang Anda berikan dengan rasa dengki yang mungkin telah Anda miliki terhadap orang tersebut.
Agar nasihat bersih dari rasa dengki, tanamkan dalam diri bahwa tidak ada maksud apa-apa kecuali hanya untuk memberi nasihat.
Juga penting menjaga kehati-hatian saat memberi nasihat kepada orang lain untuk memastikan nasihat itu tidak tercampur dengan rasa dengki.
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْم الدَّارِي اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ . قُلْنَا لِمَنْ ؟ قَالَ : لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
Dari Tamim ad-Dari, Rasulullah SAW bersabda, "Agama adalah nasihat." Lalu para sahabat bertanya untuk siapa wahai Rasulullah. Beliau SAW bersabda, "Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin kaum Muslimin dan masyarakat kaum Muslimin."
Untuk itu, dalam memberi nasihat harus dilandasi niat ikhlas karena mengharapkan ridha Allah SWT dan balasan di akhirat.
Bukan karena ingin mendapatkan keuntungan duniawi, riya (ingin dipuji orang lain) dan sum'ah (menceritakan kebaikannya kepada orang lain). Juga bukan untuk mencela atau menyebarkan keburukan.