REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian menyebut, ada dua cara untuk mempertahankan surplus neraca perdagangan Indonesia pada tahun ini yakni diversifikasi dan memperkuat atase perdagangan.
"Satu diversifikasi mitra dagang kita, khususnya di luar dari Eropa. Kedua, memperkuat trade intellegence, khususnya peran atase perdagangan kita di luar negeri. Dua hal itu," ujar Dzulfian di Jakarta, Selasa (17/1/2023).
Dzulfian menjelaskan, Indonesia harus memetakan negara mana saja yang pertumbuhan ekonominya tetap stabil atau minimal penurunannya tidak terlalu signifikan, terlebih di luar wilayah Eropa. Dzulfian mengatakan, sebisa mungkin Indonesia mencari pasar alternatif untuk tujuan ekspor sehingga tidak terpaku pada wilayah negara tertentu saja seperti Eropa yang saat ini kondisi perekonomiannya menurun.
"Strategi perdagangan kita minimal dalam jangka pendek ini cari pasar alternatif lain. Karena Eropa lagi mandek, ya kita cari negeri lain untuk kita jual beli dan saling dagang. Itu kunci utamanya," kata Dzulfian.
Selain itu, lanjutnya, memperkuat peran atase perdagangan melalui kedutaan besar Indonesia di luar negeri. Tujuannya, dalam memetakan barang apa yang dibutuhkan oleh pasar global, dinilai dapat mempertahankan surplus neraca perdagangan Indonesia.
Menurut Dzulfian, pemetaan sangat penting agar Indonesia bisa memasok komoditas yang langka di negara tertentu. Itulah sebabnya Indonesia mesti memperkuat peran atase perdagangan itu di luar negeri.
"Jadi mereka mesti memetakan, misalnya negara A enggak punya barang nih, sedangkan kita punya. Pasti mereka dengan senang hati membeli barang kita, atau sebaliknya juga," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (16/1/2023) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2022 surplus 3,89 miliar dolar AS dengan nilai ekspor 23,83 miliar dolar AS dan impor 19,94 miliar dolar AS.
Neraca perdagangan Indonesia ini mencatatkan surplus selama 32 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Neraca perdagangan komoditas nonmigas tercatat surplus 5,61 miliar dolar AS, komoditas penyumbang terbesarnya yaitu bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja.