REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap perusahaan importir yang ingin memasarkan produknya di Indonesia harus memiliki sertifikasi halal. Proses pengajuan sertifikasi halal tersebut telah ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai lembaga yang berwenang menerbitkan sertifikat halal berdasarkan keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Muti Arintawati mengatakan, proses pengajuan sertifikasi halal bagi importir sama dengan pengajuan perusahaan lokal.
"Importir prosesnya sama seperti yang produk lokal juga. Jadi, mereka mendaftarkan. Misalnya, ada perusahaan yang mengimpor produknya dari China, maka mereka harus mendaftar lewat SIHALAL," ujar Muti dalam acara Media Gathering di Rumah Kenangan Senopati, Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
Sistem Informasi Halal (SIHALAL) merupakan aplikasi layanan Sertifikasi Halal berbasis web yang diluncurkan BPJPH Kementerian Agama. Untuk mendaftarkan sertifikat halal secara online, perusahaan importir dapat mengikuti langkah-langkahnya melalui website SIHALAL, yaitu http://ptsp.halal.go.id.
Langkah selanjutnya adalah penetapan lembaga pemeriksa halal (LPH) berdasarkan pilihan dari pemohon. Proses ini berlangsung selama maksimal lima hari kerja. LPH yang dipilih harus memiliki akreditasi dan kompetensi untuk melakukan sertifikasi produk, seperti halnya LPPOM MUI.
"Setelah masuk di LPPOM baru kami akan melakukan proses audit seperti halnya perusahaan-perusahaan lokal. Artinya, proses audit juga dilakukan ke lokasi produksi. Jadi pada saat lokasi produksinya di Eropa, ya kami harus ke Eropa. Pada saat di China, ya harus ke China," jelas Muti.
"Tidak ada perbedaan. Jadi mengikuti prosedur yang sama dengan perusahaan lokal, tidak bisa kurang dan bisa lebih," ujarnya.
Hasil pengujian LPPOM MUI selanjutnya akan disampaikan ke BPJPH. Adapun dokumen yang harus diserahkan oleh LPPOM adalah produk dan bahan yang digunakan, PPH, hasil analisis atau spesifikasi, berita acara pemeriksaan, dan rekomendasi.
Tahap selanjutnya adalah sidang fatwa halal dari Komisi Fatwa MUI yang ditandai dengan terbitnya keputusan penetapan kehalalan produk. Setelah itu, barulah sertifikat halal diterbitkan oleh BPJPH.
Untuk biaya pengajuannya merujuk pada Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141 Tahun 2021 tentang Penetapan Tarif Layanan BLU BPJPH. Di dalam regulasi ini telah dijelaskan semua besaran biaya pengajuan sertifikat halal.
"Itu sudah ditetapkan di sana, dan itu berlaku baik pengusaha lokal maupun internasional," ucap Muti.
Proses sertifikasi halal tidak sulit dan cukup cepat. Selama memenuhi persyarakatan yang sudah ditentukan, menurut Muti, perusahaan hanya membutuhkan waktu 21 hari dalam pengajuan sertifikasi halal.
"Kalau mengikuti aturan bahwa total itu memang 21 hari idealnya," kata Muti.