Denny Indrayana: Demokrasi Jangan Sampai Kalah Oleh 'Duitokrasi'
Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi demokrasi. | Foto: pixabay
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, mewanti-wanti maraknya 'duitokrasi' pada Pemilu 2024 mendatang. Denny mendefinisikan duitokrasi sebagai daulat uang yang mengalahkan daulat rakyat.
"Kita harus merebut lagi demokrasi kita jangan dikalahkan oleh duitokrasi," kata Denny dalam diskusi bertema 'Koalisi, Sistem Pemilu, dan Sistem Presidensial Multi Partai', secara daring, Selasa (17/1/2023).
Denny menjelaskan hukum di dalam duitokrasi merupakan instrumen. Negara tidak lagi mengedepankan kepentingan publik, tetapi mengedepankan kepentingan privat, bahkan korporasi.
"Dimana uang bisa menjadikan penentu siapa pemenang kepala daerah, siapa pemenang caleg, siapa pemenang pilpres bahkan. Kita harus merebut lagi negara hukum kita," ajaknya.
Denny menduga hukum saat ini hanya menjadi instrumen strategi pemenangan pemilu 2024. Hal tersebut menurutnya dapat dilihat bagaimana kasus-kasus di KPK yang hanya menyasar lawan politik.
"Ada yang murni hukum tapi tak sedikit ada yang kemudian menyasar lawan politik dan tidak menyentuh kawan politik. Jadi dipukul lawan politik, dirangkul kawannya, ini bukan penegakan hukum tapi strategi pemenangan pemilu 2024 dengan menggunakan hukum sebagai alat sebagai instrumen," tuturnya.
Dirinya mengajak semua pihak untuk menyelamatkan Pemilu 2024. Apalagi dirinya mendengar ada informasi dari pejabat tinggi negara yang mengatakan masih ada upaya menunda pemilu.
"Salah satu pejabat tinggi negara mengatakan tolong dikawal betul karena masih ada gerakan-gerakan bahwa upaya untuk menunda pemilu 2024 dibuka jika dirasa ada calon-calon presiden terlalu kuat sehingga jalan keluarnya adalah tidak melaksanakan pemilu untuk tetap bertahan dalam kekuasaan, hal-hal semacam itu harus kita pastikan tidak terjadi," katanya.