Rabu 18 Jan 2023 14:10 WIB

Guru Besar Geodesi UGM : Implementasi IIG Belum Optimal, Ini Penjelasannya

Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) merupakan platform kolaborasi antar lembaga dan masyarakat. Sehingga jika implementasi belum optimal, kemitraan yang seharusnya menjadi inti semangat pembangunan IIG belum terejawantahkan dengan baik.

Rep: Heri Purwata/ Red: Partner
.
Foto: network /Heri Purwata
.

Prof Trias Aditya Kurniawan Muhammad saat menyampaikan pidato pengukuhan. (foto : istimewa)

JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Prof Ir Trias Aditya Kurniawan Muhammad, ST, MSc, PhD, IPU, Dosen Departemen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan implementasi Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) belum optimal. Padahal IIG merupakan platform kolaborasi antar lembaga dan masyarakat. Sehingga kemitraan yang seharusnya menjadi inti semangat pembangunan IIG belum terejawantahkan dengan baik.

Prof Trias Aditya mengungkapkan hal tersebut pada pidato pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Teknik di ruang Balai Senat, Gedung Pusat UGM, Selasa (17/1/2023). Prof Trias Aditya menjadi Guru Besar pertama yang dimiliki Departemen Teknik Geodesi UGM semenjak berdiri tahun 1959.

BACA JUGA : Prof Sarto: Teknik Kimia Harus Mampu Beradaptasi dengan Era Industri 4.0

Trias Aditya mengangkat judul pidato 'Interoperabilitas dan Usabilitas Peta Kolaboratif dalam Memajukan Infrastruktur Informasi Geospasial sebagai Fondasi Pengambilan Keputusan dan Pembangunan Pengetahuan untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.'

Dijelaskan Trias Aditya, fondasi penting dalam bangunan IIG di antaranya, spesifikasi teknis tentang data yang banyak diperlukan oleh lebih dari satu kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah belum tersusun dengan model data acuan, daftar kode serta metadatanya. "Sehingga heterogenitas sintaks, skema dan semantik terus saja tidak terselesaikan dan terkesan tumpang tindih kewenangan,” kata Trias Aditya.

Selain itu, kata Trias, metadata belum menjadi luaran yang dianggap penting dalam siklus pemetaan di Indonesia. Seharusnya metadata geospasial dapat menjadi kunci keberhasilan pengelolaan data bagi produsen data dan guna mewujudkan kemudahan pencarian data bagi pengguna.

BACA JUGA : Prof Syamsudin, Guru Besar UII Mengajak Berhukum Profetik di Zaman Edan, Ini Penjelasanya

Menurutnya, salah satu kendala besar dalam mewujudkan kebijakan satu peta adalah tidak tersedianya metadata yang mencukupi tentang data dan peta yang dihasilkan setiap Lembaga. Terutama dalam hal kualitas data terkait akurasi geometri, informasi sistem koordinat acuan, akurasi atribut serta riwayat data seringkali tidak tersedia sehingga terjadi kerumitan dalam melakukan penilaian kualitas data yang akan diintegrasikan.

“Spesifikasi data yang minim atau bahkan belum tersedia menjadi kendala berarti untuk melakukan proses sinkronisasi yang padu sesuai dengan tingkat keberagaman skema dan semantik,” jelasnya.

Kebijakan Satu Peta, tandas Trias Aditya, perlu diperkuat dengan spesifikasi data dan kerangka kualitas yang menyeluruh meliputi data dasar dan tematik termasuk data yang berasal dari partisipasi masyarakat. Salah satunya, dalam lingkup tema yang lebih khusus misalnya, administrasi pertanahan,

"Infrastruktur Informasi Pertanahan yang berisi kebijakan survei dan pemetaan, spesifikasi data, standar kualitas, sumber daya manusia pelaksana dan platform akses informasi menjadi sangat diperlukan untuk mewujudkan kepastian nilai dan hak atas tanah serta efektivitas tata ruang," katanya.

BACA JUGA : Prof Rully Charitas Catat Rekor MURI, Guru Besar Termuda Indonesia

Menurut Trias, strategi menggratiskan peta rupa bumi, khususnya dengan resolusi tinggi atau skala besar yang telah dirintis Badan Informasi Geospasial (BIG) merupakan sebuah langkah tepat. Hal tersebut perlu dioptimalkan dengan adanya fasilitas dan akomodasi agar data yang digratiskan tersebut mendapatkan koreksi geometri dan atribut serta penambahan detail dari pengguna agar peta terkinikan.

“Pendekatan partisipatif untuk melakukan pembenahan data eksisting dan penambahan fitur geospasial melalui penyediaan platform, prosedur dan standar operasional cara berpartisipasi dan validasi saling kontrol terhadap kualitas data partisipasi oleh pemerintah terhadap data partisipasi dilakukan adalah hal menjanjikan,” katanya.

Selanjutnya, pemanfaatan data menjadi peta kolaboratif untuk keperluan pertanahan dan tata ruang perlu dikuatkan dengan representasi data yang efektif, efisien dan memuaskan tujuan penggunaan.

Trias mengaku sangat bersyukur karena cita-cita dari guru-guru dan para alumni agar ada Guru Besar di Teknik Geodesi UGM dapat terpenuhi. “Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para Ketua Departemen sekaligus juga guru-guru saya yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi kepada saya untuk bekerja dengan dedikasi semenjak saya masuk menjadi Dosen di Teknik Geodesi,” kata Trias. (*)

BACA JUGA : Prof Budi Hartono: Kompetensi Manajer Proyek Tentukan Keberhasilan Startup

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement