Kamis 19 Jan 2023 00:15 WIB

PM Pakistan Inginkan Perundingan dengan India Termasuk Soal Kashmir

Sharif mengajak PM India duduk bersama merundingkan berbagai hal dengan serius

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
erdana Menteri (PM) Pakistan Shehbaz Sharif menawarkan jalan perundingan dengan India untuk membahas berbagai hal yang menjadi isu panas kedua negara, termasuk Kashmir.
Foto: AP Photo/Mary Altaffer
erdana Menteri (PM) Pakistan Shehbaz Sharif menawarkan jalan perundingan dengan India untuk membahas berbagai hal yang menjadi isu panas kedua negara, termasuk Kashmir.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Perdana Menteri (PM) Pakistan Shehbaz Sharif menawarkan jalan perundingan dengan India untuk membahas berbagai hal yang menjadi isu panas kedua negara, termasuk Kashmir. Ia juga meminta Uni Emirat Arab (UEA) berperan menjadi penengah dalam penyelesaian perbedaan antara kedua negara yang bertetangga tersebut.

“Saya akan berjanji bahwa kami akan berbicara dengan India dengan tulus, tetapi perlu dua belah pihak untuk mencapainya,” ujar Sharif ketika berkunjung ke UEA pekan lalu, dikutip laman Aljazirah, Rabu (18/1/2023).

Sharif mengajak PM India Narendra Modi untuk duduk bersama merundingkan berbagai hal dengan serius, termasuk tentang Kashmir. “Pesan saya kepada kepemimpinan India dan Perdana Menteri Narendra Modi adalah mari kita duduk di meja dan melakukan pembicaraan serius dan tulus untuk menyelesaikan masalah kita yang membara seperti Kashmir,” kata Sharif.

Wilayah Himalaya Kashmir telah menjadi pemantik konflik antara kedua negara sejak memperoleh kemerdekaan dari pemerintah Inggris pada 1947. Sejak itu, dua negara tetangga bersenjata nuklir sudah berperang sebanyak tiga kali. Dua perang diantaranya memperebutkan Kashmir. Alhasil keduanya mengeklaim Kashmir secara keseluruhan, tapi mengontrol bagian-bagiannya.

“Kita tetangga. Mari kita menjadi sangat blak-blakan. Sekalipun kita bukan tetangga karena pilihan, kita ada di sana selamanya, dan terserah kita untuk hidup damai. Kami telah mempelajari pelajaran kami. Kami telah mengalami tiga perang dengan India dan konsekuensi dari perang itu hanya membawa lebih banyak kesengsaraan, pengangguran, dan kemiskinan,” kata Sharif dalam wawancara dengan Al Arabiya itu.

Empat tahun lalu, pemerintah nasionalis Hindu India yang dipimpin oleh PM Modi, mencabut Pasal 370 konstitusi India, yang memberikan otonomi parsial kepada Kashmir yang dikelola India. Keputusan tersebut mengakibatkan gelombang sentimen anti-India di wilayah tersebut dan menyebabkan gelombang protes oleh sebagian besar penduduk, diikuti oleh tindakan keras pemerintah.

India menuduh Pakistan terus memberikan dukungan kepada pemberontak bersenjata di lembah itu. Namun Pakistan membantahnya. Pihaknya mengatakan hanya memberikan dukungan diplomatik untuk perjuangan Kashmir untuk hak penentuan nasib sendiri.

Sharif menyebut tindakan negara bagian India di Kashmir pelanggaran hak asasi manusia yang mencolok yang terjadi setiap hari. Menurutnya kedua negara harus memikirkan masa depan mereka  dan tidak terus berperang.

“Ini harus dihentikan, agar pesan dapat menyebar ke seluruh dunia bahwa India siap untuk berunding dan kami lebih dari siap untuk berunding. Kami ingin mengubah sumber daya kami menjadi alat untuk memberikan kemakmuran itulah pesan yang ingin saya sampaikan kepada Modi,” ucapnya.

“Kami berdua adalah kekuatan nuklir. Tuhan melarang, jika perang terjadi, siapa yang akan hidup untuk menceritakan apa yang terjadi? Ini bukan sebuah pilihan,” ujarnya menambahkan.

Dalam pernyataan berikutnya yang dikeluarkan oleh kantor Sharif, diklarifikasi bahwa perdana menteri secara konsisten menyatakan bahwa pembicaraan dengan India hanya dapat terjadi setelah pencabutan Pasal 370 dibatalkan. “Perdana Menteri telah berulang kali menyatakan bahwa pembicaraan hanya dapat dilakukan setelah India membatalkan tindakan ilegalnya pada 5 Agustus 2019; tanpa pencabutan langkah ini oleh India, negosiasi tidak mungkin dilakukan. Penyelesaian sengketa Kashmir harus sesuai dengan resolusi PBB & aspirasi rakyat Jammu & Kashmir,” bunyi pernyataan tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement