Rabu 18 Jan 2023 17:15 WIB

Soal Ikut Maunya DPR, KPU: Tak Ideal Ubah Dapil Saat Tahapan Pemilu

KPU berdalih anggota dewan tidak akan fokus mendengar aspirasi konstituen dapil lama.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Ketua KPU Hasyim Asy
Foto: Republika/Prayogi.
Ketua KPU Hasyim Asy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari akhirnya buka suara soal perubahan sikap KPU yang belakangan menyetujui keinginan DPR untuk tidak mengubah desain daerah pemilihan (Dapil) DPR dan DPRD provinsi. Hasyim mengatakan, pihaknya menggunakan desain dapil lama karena tidak ideal melakukan penataan ulang saat tahanan Pemilu 2024 sudah berjalan.

"Ada situasi tidak ideal ketika penentuan dapil dan alokasi kursi itu dimunculkan di tengah-tengah berjalannya tahapan pemilu," kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta Pusat, Selasa (18/1/2023).

Baca Juga

Lebih lanjut, Hasyim menyebut ada dua persoalan yang akan muncul jika dapil dibuat sekarang. Pertama, persoalan keterwakilan. Ketika dapil diubah, masyarakat yang ada di dapil lama akan kesulitan menyampaikan aspirasinya kepada anggota dewan hasil Pemilu 2019.

Kedua, anggota dewan juga tidak akan fokus mendengarkan aspirasi ataupun memberikan pertanggungjawaban kepada konstituen di dapil tempat dia terpilih saat Pemilu 2019. Para anggota dewan akan lebih fokus mendapatkan hati masyarakat di dapil baru Pemilu 2024.

"Orang yang sudah duduk sebagai wakil rakyat itu, ketika mempertanggungjawabkan mikirnya bukan lagi dapil lama, tapi dapil baru," kata Hasyim.

Polemik penataan ulang dapil ini berawal dari putusan MK Nomor 80-PUU/XX/2022 tanggal 22 Desember 2022 yang memberikan kewenangan kepada KPU RI menata dapil DPR RI dan DPRD provinsi. Kewenangan itu sebelumnya berada di tangan DPR, karena lampiran desain dapil dalam UU Pemilu disusun oleh DPR.

Dalam putusannya, MK juga menyatakan desain dapil dalam Lampiran UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan kewenangan KPU menata dapil dilaksanakan untuk Pemilu 2024 dan seterusnya.

Merespons putusan tersebut, KPU meminta pendapat empat pakar kepemiluan untuk menata ulang alokasi kursi dan desain dapil. Bahkan KPU RI menargetkan penataan ulang dapil ini rampung pada akhir Januari.

Rencana KPU RI itu buyar setelah mereka menghadiri rapat kerja Komisi II DPR RI pada Rabu (11/1/2023) lalu. Dalam rapat itu, anggota dan pimpinan Komisi II menyatakan menolak penataan ulang alokasi kursi dan dapil.

Bahkan, Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang mempertanyakan mengapa KPU sampai berencana menata ulang desain dapil dan alokasi kursi. Menurutnya, putusan MK memang memberikan kewenangan kepada KPU RI untuk menata dapil dan alokasi kursi, tapi tidak memerintahkan KPU melakukan penataan.

Alhasil, KPU akhirnya mengikuti keinginan DPR. KPU sepakat menggunakan desain dapil lama yang tertera dalam Lampiran UU Pemilu.

Melihat KPU yang manut dengan keinginan DPR, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) yang juga mantan Ketua KPU RI, Profesor Ramlan Surbakti menilai para anggota dewan telah mendikte lembaga penyelenggara pemilu itu. Selain mendikte, dia menilai kesepakatan menggunakan desain dapil lama itu melanggar konstitusi karena desain dapil dalam Lampiran UU Pemilu sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement