REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) mencatat realisasi lifting minyak dan gas pada 2022 tidak mencapai target. Kepala SKK Migas Dwi Sutjipto menjelaskan, realisasi lifting minyak tercatat sebesar 612 ribu barel oil per day (BOPD) atau 87 persen dari target APBN.
Sedangkan lifting gas mencapai 5.347 juta kaki kubik feet per hari (MMSCFD) atau 92 persen dari target APBN. Dwi menjelaskan, realisasi ini tak lepas dari kondisi ekonomi global pada tahun lalu. Tak hanya itu, banyak perusahaan migas yang mulai bergeser ke bisnis energi baru terbarukan.
"Ada berbagai hal yang memang mempengaruhi lifting migas kita di tahun 2022. Meski begitu, berbagai upaya untuk menurunkan decline juga sudah dilakukan dan pencapaian ini bahkan bisa menekan decline rate yang terjadi," ujar Dwi di Kantor SKK Migas, Rabu (18/1/2023).
Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Widodo menjelaskan, penyebab tak tercapainya target realisasi lifting minyak dan gas karena adanya pandemi. Ia juga mengatakan, wabah Covid-19 varian omicron yang sempat melanda pada 2022 membuat banyak investor menahan diri.
"Ada beberapa waterfall dari lapangan yang memang sudah relatif tua lebih curam dari yang kita prediksi, hasil pengeboran ada di beberapa lapangan belum memenuhi target. Ini jadi input sendiri bagi kami untuk evaluasi di tahun 2023. Lalu, adanya unplanned shutdown. Gas juga mirip karena waterfall-nya sama," ucap Wahju.