REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor hulu minyak dan gas (migas) pada 2022 berkontribusi 18,19 miliar dolar AS (setara Rp 273,39 triliun). Meski capaian lifting migas tak mencapai target, namun dari sisi investasi sektor hulu migas berkontribusi lebih dari target APBN yakni sebesar 15 miliar dolar AS.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Dwi Soetjipto menjelaskan, penerimaan negara ini termasuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan realisasi investasi. "Alhamdulillah, realisasi investasi melebihi target yang dipasang oleh APBN," ujar Dwi, Rabu (18/1/2023).
Realisasi investasi hulu migas mencapai 12,3 miliar dolar AS. Angka ini naik 13 persen dibandingkan realisasi investasi pada 2021.
"Ini dibandingkan dengan dunia yang tumbuh 4 persen, maka Indonesia menjadi negara yang masih sangat menarik untuk investor, dengan kenaikan investasi yang jauh lebih baik daripada rata-rata global," ungkapnya.
SKK Migas mencatat, realisasi lifting minyak tercatat sebesar 612 ribu barel oil per day (BOPD) atau 87 persen dari APBN. Sedangkan lifting gas mencapai 5.347 juta kaki kubik feet per hari (MMSCFD) atau 92 persen dari target APBN.
Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Widodo menjelaskan, penyebab tak tercapainya target realisasi lifting minyak dan gas karena adanya pandemi. Ia juga mengatakan, wabah Covid-19 varian omicron yang sempat melanda pada 2022 membuat banyak investor menahan diri.
"Ada beberapa waterfall dari lapangan yang memang sudah relatif tua lebih curam dari yang kita prediksi, hasil pengeboran ada di beberapa lapangan belum memenuhi target. Ini jadi input sendiri bagi kami untuk evaluasi di tahun 2023. Lalu, adanya unplanned shutdown. Gas juga mirip karena waterfall-nya sama," ucap Wahju.