REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kemenko Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin menilai bahwa badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tak akan menghambat perkembangan perusahaan rintisan atau startup di tahun 2023.
Menurut Rudy, saat dihubungi ANTARA di Jakarta pada Rabu (18/1/2023), di tahun 2023 ini startup diperkirakan masih tetap tumbuh. "Meskipun akan sedikit sulit khususnya terkait dengan pendanaan akibat penurunan ekonomi," katanya.
Rudy mengatakan, fenomena badai PHK terjadi secara alami karena berbagai faktor. Diantaranya, faktor shock eksternal seperti inflasi dan konflik geopolitik yang memicu lonjakan suku bunga acuan bank sentral berbagai negara, sehingga membuat startup harus melakukan efisiensi melalui pengurangan jumlah karyawan dan menurunkan aktivitas pemasaran.
Faktor lainnya, lanjut dia, adalah ekspektasi tinggi dari para investor setelah melihat siklus bisnis khususnya di sektor teknologi ketika pandemi COVID-19.
Ia menjelaskan bahwa ketika startup masih disokong oleh angel investor, fenomena yang sering terjadi yaitu merekrut talenta digital sebanyak mungkin. Tujuannya, agar mampu bersaing dengan startup lain untuk mendapatkan talenta yang sesuai kualifikasi di tengah jumlah talenta yang sangat terbatas.
Selain itu, faktor lainnya menurut Rudy adalah startup kerap melakukan "bakar uang" untuk kampanye pemasaran. Ini membuat besarnya gaji karyawan, terutama yang memiliki skill digital. Meskipun menurutnya, gaji bukan menjadi pemicu utama maraknya PHK.
Senada dengan Rudy, pengamat ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjudin Nur Effendi mengatakan bahwa PHK merupakan salah satu cara bagi startup untuk menekan pembiayaan guna mempertahankan eksistensinya.
"Kalau mau bertahan, biaya yang paling mudah dikurangi itu ya upah pekerja. Maka pekerja dikurangi, terjadilah PHK. Kalau tidak, mereka akan menanggung biaya cukup besar," katanya.
Meski demikian, Rudy masih optimistis startup masih akan tetap tumbuh di tahun 2023. Ia berdasar pada fakta bahwa di tahun 2022, nilai ekonomi digital Indonesia mencapai 77 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1.157 triliun.
Nilai tersebut tumbuh 22 persen dari tahun sebelumnya. Angka tersebut diperkirakan terus meningkat hingga 146 miliar dolar AS atau sekitar Rp 2.195 triliun pada 2025.
Kemudian, deal value investasi Indonesia pada kuartal I 2022 sebesar tiga miliar dolar AS atau sekitar Rp 45 triliun, tertinggi kedua setelah Singapura. Selain itu, laporan Startup Ranking juga menunjukkan bahwa tahun ini Indonesia memiliki 2.446 startup, peringkat keenam terbanyak di dunia.
"Modal pengembangan lainnya yaitu bonus demografi dan tingkat penetrasi internet Indonesia yang sudah mencapai 73,7 persen. Ini merupakan indikator dan peluang yang harus dioptimalkan, terutama untuk mendorong perkembangan startup di era digital," ujar Rudy.
Agar bisa terus berkembang, Rudy mengatakan startup harus meminimalisir penerapan strategi they more eat than they need dengan memperhatikan keterbatasan yang dimiliki, salah satunya mengenai keuangan. Kemudian, prioritaskan internal hiring dan peningkatan kapasitas pegawai yang dimiliki melalui training dan upskilling.
Lebih lanjut, Rudy mengatakan bahwa startup juga perlu mengembangkan sumber pendapatan yang baru dan beragam.
"Kemudian perlu diingat bahwa penerapan metode 'bakar uang' dan memberikan promo merupakan hal lumrah, namun harus dipastikan berdampak pada peningkatan pangsa pasar. Mengingat, Indonesia merupakan market yang potensial untuk menumbuh kembangkan usaha atau bisnis startup," pungkas Rudy.