REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Kabupaten Garut diklaim makin marak belakangan. Berdasarkan klaim dari Aliansi Umat Islam, masyarakat yang diduga berperilaku LGBT di Kabupaten Garut tak lagi malu menunjukkan aktivitas mereka.
Koordinator Aliansi Umat Islam Garut, Aam Muhammad Jalaludin, mengatakan, orang yang disinyalir LGBT sudah tidak malu di depan khalayak umum melakukan aktivitas mereka. Ia mengaku telah banyak banyak mendapati itu. Alhasil, masyarakat menjadi jengah.
"Rekan-rekan sudah jengah. Sebab, dalam pengertian Islam, LGBT adalah perilaku yang menyebabkan datangnya sebuah azab," kata dia ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (18/1/2023).
Ceng Aam --sapaan akrab Aam Muhammad Jalaludin-- bahkan menyebut sudah terdapat lebih dari 3.000 orang di Kabupaten Garut yang tergabung dalam komunitas LGBT. Angka itu disebut pernah diucap oleh Wakil Bupati Garut pada 2018, yang mengacu data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Garut per 2014.
Dia menyimpulkan, saat ini, sudah ada lebih dari 3.000 orang yang tergabung dalam komunitas LGBT di Kabupaten Garut. Apalagi, selama ini tak ada aturan yang dengan tegas mencegah perilaku tersebut.
"Dari 2014 saja sudah ada 3.000 orang. Tanpa ada aturan spesifik, mungkin angkanya sekarang sudah lebih dari 20 ribu," kata Ceng Aam.
Dia mengakui, data itu hanya bersifat perkiraan. Sebab, tak ada data resmi terkait jumlah LGBT di Kabupaten Garut. Namun, ia mengeklaim pernah melakukan wawancara terhadap beberapa dari kelompok LGBT.
"Jumlahnya lebih dari itu (3.000 orang). Kami juga investigasi ke tempat hiburan, mereka sudah tidak malu menunjukkan identitasnya sebagai kelompok LGBT," ujar dia.
Atas dasar temuan itu, Aliansi Umat Islam Garut kemudian melakukan komunikasi dengan berbagai pihak. Salah satunya dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut.
Menurut Ceng Aam, untuk mencegah perilaku itu makin merajalela, anggota DPRD tersebut menawarkan dua opsi kepada Aliansi Umat Islam Garut. Pertama, masalah itu akan masukan sebagai bahan revisi Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Garut tentang Anti Perbuatan Maksiat. Opsi kedua, mengusulkan untuk membuat perda baru terkait aktivitas perilaku LGBT.
Alhasil, Aliansi Umat Islam Garut melakukan audiensi dengan DPRD Kabupaten Garut untuk menyusun perda terkait perilaku LGBT. "Kami di aliansi memutuskan jalankan dua-duanya. Soalnya juga di perda yang sekarang aturan yang sekarang tidak merinci soal LGBT. Apalagi belum ada Perbup (peraturan bupati) dari perda tersebut," ujar dia.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Garut, Enan, mengaku telah melakukan audiensi bersama Aliansi Umat Islam Garut terkait usulan pembuatan perda tentang LGBT. Audiensi itu dilakukan dengan mengundang perwakilan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Kami sudah menerima usulan perda terkait LGBT," kata dia saat dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis.
Dia menjelaskan, di Kabupaten Garut sebenarnya sudah ada regulasi yang mengatur terkait perilaku hubungan sesama jenis dalam Perda tentang Anti Perbuatan Maksiat. Namun, dalam perda itu belum ada aturan yang detail.
Karena itu, sekelompok masyarakat mengatasnamakan Aliansi Umat Islam khawatir perilaku LGBT makin merebak di Kabupaten Garut. Kelompok masyarakat itu pun mengusulkan agar DPRD membuat perda tentang LGBT.
"Perda yang sekarang sudah ada itu mungkin sudah tidak relevan dan tidak secara detail mengatur LGBT. Mangkanya kemarin, kami akan memasukan usulan itu ke badan perencana perda. Kami menyetujui dan bersepakat, karena perda yang ada tidak merinci secara jelas soal LGBT," ujar dia.
Menurut Enan, saat ini usulah tersebut sudah masuk ke DPRD Kabupaten Garut. Usulan itu akan melewati kajian terlebih dahulu, sebelum memasuki masa pembahasan. Kemungkinan, usulan perda itu akan baru memasuki pembahasan pada massa anggaran perubahan.
"Mungkin pembahasan ini baru akan dilakukan saat perubahan, kemungkinan agustus. Kecuali perbup, bisa dilakukan lebih cepat. Dasar hukumnya juga sudah ada Perda tentang antimaksiat," kata dia.