REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tren mengonsumsi makanan atau minuman kemasan sebenarnya tidak cocok diterapkan di Indonesia. Pakar nutrisi Dr Tan Shot Yen menegaskan bahwa teknologi pangan tercipta di negara empat musim, yang ketika musim dingin sangat sulit mendapatkan pangan alami.
“Ini semua (teknologi pangan) berasal dari negara empat musim. Ada satu musim yang sedang berjalan, winter, beku, semuanya es bersalju. Ibaratnya ayam mau bertelur malas, dan nggak ada nelayan yang melaut, beku,” ungkap Dr Tan kepada Republika, Kamis (19/1/2023).
Dari situ, masyarakat di sana berpikir bagaimana caranya agar mereka berjuang untuk hidup dan bertahan dengan makanan. Sehingga tercipta teknologi pangan, dengan tujuan ketika musim dingin tiba, mereka masih tetap bisa makan dan bertahan hidup tentunya.
Hal tersebut sangat berbeda dengan Indonesia yang hanya memiliki dua musim. Nelayan mungkin bisa melaut selama 350 hari dalam setahun, sayur, buah, beras, umbi-umbian, kacang-kacangan, semua ini juga tumbuh subur di Indonesia.
“Kenapa juga kita makan seperti orang asing di tanah air kita sendiri? Itu kan nggak masuk akal. Jadi pertanyaan besar saya adalah, kenapa kok semua diindustrialisasikan? Bukan berarti saya anti produk pangan, tapi tempatkan produk itu di tempat yang sewajarnya,” ucap Dr Tan.
Sesuai tempat ini artinya memakan produk kemasan pada waktu tertentu saja, misalnya ketika hendak naik gunung. Itu pun harus dipilih produk kemasannya yang baik seperti sarden atau kornet. Karena jika hanya makan mie instan, tidak akan memberikan tenaga untuk mendaki.
“Nah ini tipikal pendaki gunung Indonesia, bawanya mie instan. Barangkali yang dibawa itu sarden, kornet, walaupun ini jarang ya. Kalau orang di luar sana bawanya ubi, jagung, mereka bisa bakar, dan itu adalah karbo,” ungkap dia.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpidato dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah se-Indonesia di Bogor, Selasa (17/1/2023), membahas soal stunting dan makanan ultraproses.
“Perlu saya ingatkan pada saat intervensi masa kritis intervensi jangan diberikan makanan yang namanya ultra process, biskuit, bubur instan, hati-hati. Ini banyak dilakukan, ini keliru lho. Beri yang namanya protein-protein hewani yang tinggi zat besinya,” ujar Jokowi.
Jokowi menjelaskan, 23 persen penyumbang stunting yakni masalah bayi yang belum lahir atau masih dalam kandungan. Karena itu, ia menekankan pentingnya pemenuhan gizi pada ibu hamil. Selain itu, 37 persen penyumbang stunting merupakan bayi setelah lahir. Menurut Jokowi, penyelesaian di fase ini lebih sulit.
Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan penurunan angka stunting hingga di bawah 14 persen pada 2024. Ia menyebut, angka stunting di Indonesia terus mengalami penurunan sejak 2014 lalu yang sebesar 37 persen menjadi 24 persen di 2021.