REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus campak kembali meningkat di Tanah Air. Kejadian ini pun ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa wilayah.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, sampai Desember 2022 sudah ada 3.341 kasus yang dilaporkan di 223 kabupaten dan kota dari 31 Provinsi.
"Jadi , sudah 31 Provinsi yang melaporkan. Saya meminta semua untuk waspada dengan penyakit Campak ini," ujar Nadia saat dikonfirmasi, Kamis (19/1/2023).
Dalam keterangannya, Dokter Spesialis Anak, dr. Arifianto mengatakan, campak ditandai dengan demam beberapa hari disertai batuk, pilek, mata merah diikuti ruam yang muncul setelah beberapa hari. Ruam muncul bertahap ketika demam masih ada.
Arifin juga mengingatkan bahwa penyakit campak berbeda dengan penyakit roseola. Sebab, roseola sering disalahartikan dengan campak.
Lebih dari separuh anak batita pernah mengalami roseola/eksantema subitum/sixth disease. Sakit ringan karena virus, dan itu sembuh sendiri dan tidak ada vaksinnya, biasanya demam 3-5 hari mereda dan muncul ruam.
"Sementara campak itu penyakit berbahaya dan dapat menyebabkan kematian, karena komplikasi seperti pneumonia (radang paru-sesak), dehidrasi (dengan/tanpa diare), kebutaan bahkan gangguan saraf permanen dan berakhir meninggal," terangnya.
"Dan anak harus diisolasi, tidak boleh bertemu dengan orang lain setidaknya 14 hari," sambungnya.
Adapun, imunisasi campak saat ini dalam bentuk vaksin MR atau MMR dan MMRV terbukti efektif mencegah penyakit campak. Ia menilai kembali terjadinya wabah campak karena rendahnya cakupan imunisasi campak.
"Apabila curiga anak sakit campak dan membawanya ke dokter, saya mohon untuk sampaikan dulu kepada petugas agar tidak berlama-lama mengantri giliran konsultasi. Karena campak sangat menular! Paparan singkat dengan banyak orang berpotensi menular ke semua orang di ruang tunggu," tegasnya.