REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Bank Dunia menyebut Pakistan adalah negara dengan ekonomi terlemah di Asia Selatan. Karena kondisi ini, dibutuhkan upaya yang sangat besar untuk menarik negara itu keluar dari krisis dan kemiskinan.
Dilansir dari Business Insider, Rabu (18/1/2023), Pakistan mengalami krisis ekonomi di tengah bencana alam, kekurangan pangan, dan kemiskinan. Terutama setelah banjir besar pada bulan Juli tahun lalu yang menghancurkan sebagian besar lahan pertanian.
Cadangan devisa dalam negeri Pakistan juga mencapai titik terendah baru sekitar Rp 75 triliun hanya cukup untuk membayar tagihan impor luar negeri selama tiga pekan. Para analis menyebutkan kebutuhan bantuan Pakistan sebesar Rp 499 triliun.
Banyak negara membantu saat bencana melanda negara tersebut dan telah memperbarui janjinya. Tergerak intervensi oleh Sekretaris Jenderal PBB, negara-negara yang lebih kaya telah maju dengan komitmen besar sekitar Rp 151 triliun. Seperti Arab Saudi dan UEA yang telah menyumbang empat miliar dolar bulan ini.
Dilaporkan juga setelah berbulan-bulan bencana, ada kekurangan makanan yang akut. Bayangkan, negara dengan salah satu lahan pertanian gandum paling subur di dunia mengalami kekurangan tepung dan tidak punya uang untuk mengimpornya. Harga tepung juga dilaporkan telah melonjak tinggi.
Bank Dunia pada 13 Januari 2023 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Pakistan akan melambat lebih lanjut menjadi dua persen selama tahun ini, turun dua poin persentase dari perkiraan Juni 2022, menurut Islam Khabar.
Perdana Menteri Shehbaz Sharif mengatakan, negara itu akan membutuhkan Rp 257 triliun selama tiga tahun ke depan untuk upaya awal membangun kembali dan meningkatkan kemampuannya menahan perubahan iklim.