Kamis 19 Jan 2023 08:48 WIB

Diplomat Negara Eropa Kunjungi Masjid Al-Aqsa, Tamparan untuk Zionis Israel?

Diplomat negara Eropa bertemu dengan ulama dan tokoh di Masjid Al-Aqsa Palestina

Rep: Umar Mukhtar, Andrian Saputra, Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Diplomat negara Eropa bertemu dengan ulama dan tokoh di Masjid Al-Aqsa Palestina pada Rabu (18/1/2022).
Foto: Dok. Republika
Diplomat negara Eropa bertemu dengan ulama dan tokoh di Masjid Al-Aqsa Palestina pada Rabu (18/1/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Sejumlah diplomat asing dari berbagai negara bertemu pejabat Palestina dan Wakaf Islam di Masjid Al Aqsa, pada Rabu (18/1/2023) pagi. Kunjungan ini mengisyaratkan pesan tamparan keras terhadap pendudukan Zionis Israel.

Kedatangan mereka untuk menunjukkan dukungan nyata tegaknya status quo dan perwalian Yordania atas tempat-tempat suci di Yerusalem Timur yang diduduki. Diplomat tersebut berasal dari Uni Eropa dan negara-negara Eropa, Amerika Selatan, dan Australia. 

Baca Juga

Mereka mengunjungi Kompleks Masjid Al-Aqsa dan mengadakan pertemuan dengan ulama Islam, sebagaimana dilansir The New Arab, Rabu (18/1/2023). 

Kunjungan itu terjadi setelah beberapa insiden provokatif oleh Israel, termasuk penyerbuan kompleks oleh menteri keamanan sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir dan menghalangi kunjungan dua diplomat, termasuk duta besar Yordania untuk Tel Aviv. 

"Mereka datang untuk menyaksikan dan mendengar tentang kejadian di sini di Al-Aqsa, kunjungan Ben-Gvir, dan provokasi lainnya oleh pejabat Israel," kata Mufti Muhammad Husseini. 

Sehari sebelumnya, polisi Israel sempat menghalangi kunjungan duta besar Yordania ke tempat suci tersebut, dengan alasan kunjungan itu tidak dikoordinasikan sebelumnya. 

Duta besar kemudian meninggalkan lokasi sebagai protes, tetapi kemudian kembali dan bisa masuk tanpa insiden.

Direktur Wakaf Islam, Sheikh Azzam al-Khatib, menekankan,  duta besar kembali ke lokasi tanpa melakukan koordinasi dengan polisi Israel. Dalam kesempatan itu dia menegaskan, status sejarah sebelum 1967 harus dikembalikan. 

"Yang kami inginkan adalah kembali ke status sejarah sebelum 1967. Inilah yang kami sampaikan kepada para diplomat yang berkunjung," kata Sheikh Azzam al-Khatib. 

Azzam Khatib menyambut para anggota delegasi. Dia menekankan pentingnya kunjungan para delegasi Uni Eropa ke Masjid Al-Aqsa sebelum menemani para delegasi itu dalam tur di mana dia memberi pengarahan kepada mereka tentang Masjid Al-Aqsa di dalam kompleks suci berdinding 144 dunum yang mencakup Kubah Batu dan bangunannya.  

Azzam Khatib menjelaskan tentang Masjid Al Aqsa dan menjelaskan kepada para delegasi uni Eropa tentang pentingnya Masjid Al Aqsa bagi umat Islam. 

Dia juga memberi pengarahan kepada mereka tentang upaya pendudukan Israel untuk mengubah status quo di dalamnya melalui serangan yang meningkat oleh ekstremis Yahudi ke tempat suci Muslim. 

Azzam Khatib juga memberi pengarahan kepada para diplomat Eropa tentang semua proyek rekonstruksi di Masjid Al-Aqsa yang dihentikan Pemerintah Israel sebelum menyelesaikannya. Hal itu dianggap sebagai campur tangan terang-terangan dalam urusan internal Masjid. 

Azzam Khatib menjelaskan, pelanggaran Israel yang paling menonjol terhadap Masjid Al-Aqsa dan sekitarnya dan kondisi sulit yang dihadapinya dalam pelanggaran mencolok terhadap status agama, sejarah, dan hukumnya. 

Baca juga: Kisah Pembantaian Brutal 20 Ribu Muslim Era Ottoman Oleh Pemberontak Yunani  

Khatib mendesak dukungan untuk upaya penjaga Masjid Al-Aqsa, Raja Abdullah II, dalam melestarikan situs suci Islam dan Kristen di Yerusalem yang diduduki, terutama Masjid Al-Aqsa, dan menekan pemerintah pendudukan untuk menghentikan semua pelanggaran. 

Selain itu, juga menghormati status quo Masjid di dalam seluruh wilayah seluas 144 dunum, di bawah tanah dan di atas tanah, sebagai masjid Islam untuk umat Islam saja, dan tidak mencampuri otoritas Departemen Wakaf Islam sebagai pihak dalam bertanggung jawab atas tempat suci. 

Israel menduduki Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dalam perang 1967 dan sejak itu secara ilegal mencaplok wilayah tersebut dalam tindakan yang tidak diakui hukum internasional maupun sebagian besar komunitas internasional. 

Akhir 2022, Benjamin Netanyahu kembali menjabat sebagai Perdana Menteri Israel setelah memenangkan pemilihan yang digelar pada November 2022. 

Kembalinya Netanyahu sebagai kepala pemerintahan sayap kanan itu telah menyebabkan ketakutan di antara warga Palestina dan sekutu Barat dan Arab.

Mereka khawatir, di bawah Netanyahu, ketegangan di Timur Tengah akan meningkat. Termasuk peningkatan militer di Tepi Barat, wilayah yang diduduki Israel sejak Perang Enam Hari pada 1967. 

Tahun 2022 adalah yang paling mematikan di Tepi Barat yang diduduki sejak catatan PBB dimulai pada 2005.      

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement