REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka prevalensi stunting di Jawa Barat mengalami penurunan pada 2022 yakni 24,50 persen dibandingkan tahun 2020 sebesar 26,21 persen. Namun demikian, penurunan stunting ini tidak diikuti dengan kemiskinan ekstrem yang justru naik pada 2022 di angka 941.860 jiwa naik dari tahun 2021 sebanyak 895.640 jiwa.
Kenaikan dan penurunan ini pun dibahas dalam roadshow daring yang dilakukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di wilayah Provinsi Jawa Barat pada Rabu (18/01/2023).
Terdapat 8 Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang hadir yakni Kota Bogor, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Karawang.
Menko PMK Muhadjir Effendy pun mengatakan, dialog ini bertujuan untuk memahami segala permasalahan yang terjadi. Ini karena, setiap daerah memiliki persoalan yang cukup spesifik untuk diselesaikan.
"Jadi ini penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem tidak dapat dipukul sama rata sehingga penangananya perlu dilakukan secara spesifik sesuai dengan kondisi masing-masing daerahnya,\" kata Muhadjir dikutip dari website Kemenko PMK, Kamis (19/1/2023).
Karena itu, roadshow daring penggalian progres penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem ini akan berlanjut hingga kabupaten/kota di 34 provinsi.
Muhadjir juga memberikan apresiasi terhadap inovasi dan program yang telah diterapkan oleh Kabupaten/Kota dalam upaya penurunan angka stunting serta penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
"Secara umum kabupaten dan kota sudah dalam track yang benar sebagai wujud upaya kita untuk penghapusan stunting dan kemiskinan ekstrem ini. Selain itu praktik baik yang telah dilakukan harapannya dapat ditiru oleh pemerintah kabupaten/kota lainnya," Kata Muhadjir.
Wali Kota Banjar Dr Hj Ade Uu Sukaesih M Si menjelaskan, permasalahan stunting di wilayahnya karena kurangnya kesadaran dari masyarakat khususnya remaja putri dan ibu hamil dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi maupun tablet tambah darah.
"Kendala yang kami hadapi saat ini adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi tablet tambah darah bagi remaja putri dan tercukupinya gizi bagi ibu hamil," kata Ade.
Sedangkan kendala dalam penanganan kemiskinan ekstrem, yaitu masih rendahnya laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk miskin. Serta penduduk dengan tingkat konsumsi di sekitar garis kemiskinan lebih besar jumlahnya daripada penduduk di atas garis kemiskinan.
Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana menyebut, untuk mengatasi kendala serupa, Pemerintahannya sudah melakukan berbagai macam intervensi baik yang spesifik maupun sensitif untuk penanganan stunting.
"Untuk penanganan stunting ini kita sudah melakukan kegiatan rembuk stunting Se-Kabupaten Karawang, mengadakan program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) yang melibatkan pihak swasta, serta meningkatkan kapasitas kader mengenai kesehatan gizi," katanya.
Sementara itu, dalam pengentasan kemiskinan ekstrem, Pemerintah Kabupaten Karawang juga mengacu kepada data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) untuk di sinkronisasikan dengan data yang telah dimiliki.
"Untuk penanganan kemiskinan ekstrem, kita juga sudah mencocokkan data yang kita miliki dengan data P3KE ini sehingga dapat memperkuat data penerima sasaran bantuan sosial," katanya.