REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Anggota DPRD Jabar mengaku terkejut melihat data, setiap tahun ribuan anak di Jabar mengajukan dispensasi nikah. Penyebabnya, mayoritas karena hamil yang tak diinginkan.
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPRD Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya, jumlah anak yang mengajukan dispensasi nikah jumlahnya semakin meresahkan. "Kasus anak yang mengajukan perkawinan dispensasi ini, menurut saya sudah semakin meresahkan. Semua pihak terkejut, kami juga terkejut ini harus ada pencanangan Jawa Barat darurat terkait seks bebas, Jabar darurat seksual pranikah," ujar Abdul Hadi kepada Republika, Kamis (19/1).
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama Jabar, pada 2020 jumlah anak yang mengajukan dispensasi perkawinan sebanyak 8.312 anak. Lalu, pada 2021 sebanyak 6.794 anak. Kemudian pada 2022 triwulan 3 anak yang mengajukan dispensasi ini naik menjadi 8607.
Abdul Hadi menilai, bila hanya menyelesaikan di ujung sibuk diskusi tentang dispensasi mengizinkan menikah atau solusi pernikahan, ini hanya menyelesaikan di ujung saja. Padahal, seharusnya ada upaya dihulu berupa upaya pencegahan.
"Termasuk dengan adanya teknologi informasi internet maka informasi terkait berbagai tayangan yang tak layak dilihat oleh anak bisa mudah diakses," katanya.
Di Jabar, kata dia, diskominfo harus terlibat karena memiliki program menyediakan wi-fi gratis dimana-mana. Jadi, harus ada kontrolnya.
Sebaiknya, tayangan yang berbau pornografi tidak bisa diakses sembarangan. "Itu harus tegas mungkin juga ada patroli cyber," katanya.
Karena, kata dia, bisa jadi seks pranikah tersebut dicontoh dari tayangan berbau pornografi yang ditonton secara bebas. Selain itu, Hadi menilai, pengawasan keluarga juga lemah. Orang tua, harus memberikan perhatian dan mengawasi pergaulan anaknya.
"Anak harus terus mendapatkan pemahaman soal seks pranikah ini. Yakni, tentang bagaimana bahayanya masa depan mereka ini kalau sampai hamil di luar nikah. Jadi, menyelesaikan persoalan ini tak bisa hanya dengan diskusi saja tapi bagaimana agar kontrol dengan ketat di lingkungan seorang anak," paparnya.
Hadi menilai, sudah saatnya semua stakeholders terkait secara serius membuat program pencegahan. Yakni, dari mulai DP3AKB, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan lainnya.
"Tapi, program yang ditekankan lebih pada pencegahan lebih diperkuat. Bukan hanya menjelaskan soal organ reproduksi tapi menjelaskan bagaimana kalau perkawinan terjadi saat masih anak-anak. Jadi sosialisasi bukan hanya sekedar hanya nonton seminar selesai," paparnya.
Hadi berharap, Disdik Jabar mengambil peran memberikan pemahaman di hulunya. Karena, tempat berkumpulnya anak-anak usia sekolah khususnya SMA. Jadi, bagaimana mengiintegrasikan anggaran dengan kurikulum yang ada.
Saat ini, kata dia, kurikulim lebih fleksibilitas jadi mana yang harus dikurangi dan ditambahkan dengan materi soal pencegahan seks di luar nikah. "Ini harus dilakukan sekarang, pencanangan Jabar darurat pergaulan bebas ini harus segera dilakukan semua pihak yang konsen dengan masa depan generasi Jawa Barat mendatang," katanya.