REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus dugaan rasuah dalam pengadaan lahan di Pulogebang, Jakarta Timur. Lembaga antirasuah ini menduga modus kasus tersebut hampir sama dengan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Jakarta Timur.
"Kan yang pertama dari Munjul kemudian ditemukan ada fakta-fakta lain pengadaan yang hampir modusnya sama, tapi nilainya lebih besar untuk yang di Pulogebang," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Ali menegaskan, pengusutan kasus di Pulogebang ini bukanlah pengembangan perkara di Munjul. Namun, jelas dia, KPK menemukan fakta-fakta baru dugaan korupsi dalam proses pengadaan lahan yang dilakukan oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun pada 2018-2019.
"Jadi bukan pengembangan sebenarnya, tapi ditemukan fakta baru ada dugaan korupsi pada pengadaan (lahan) di Pulogebang ini," ujarnya.
Ali mengatakan, KPK sudah memiliki bukti permulaan yang cukup dan menaikkan kasus ini ketahap penyidikan. Bahkan dia menyebut, pihaknya sudah menemukan tersangka dan adanya kerugian keuangan negara mencapai ratusan miliar rupiah dalam kasus pengadaan lahan di Pulogebang tersebut.
Meski demikian, Ali enggan menjelaskan lebih rinci mengenai penanganan kasus itu. Sebab, kata dia, penyidikan masih terus dilakukan.
"Tentu nanti kami akan umumkan pada saatnya, setelah seluruh proses penyidikan telah cukup," jelasnya.
Sebagai informasi, kasus dugaan rasuah pengadaan tanah di Munjul menjerat eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan pada 2021. Yoory bahkan telah divonis enam tahun penjara setelah terbukti bersalah dalam tindak pidana korupsi dalam perkara tersebut.
Selain Yoory, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Mereka adalah Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI), dan satu korporasi PT Adonara Propertindo (AP).
Saat itu, KPK menjelaskan, kasus ini berawal ketika Rudy meminta Anja dan Tommy melakukan pendekatan pada Yayasan Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dengan kesepakatan penawaran tanah ke Sarana Jaya. Anja bersama Tommy menemui Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus dan menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah Pondok Ranggon seluas 41.921 m2 dengan harga Rp 2,5 juta/m2 dan saat itu juga langsung disetujui Rudy dengan membayarkan uang muka pertama sebesar Rp 5 miliar kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Selanjutnya, Yoory memerintahkan stafnya untuk menyiapkan pembayaran 50 persen pembelian tanah Munjul sebesar Rp 108,99 miliar, padahal belum dilakukan negosiasi harga antara Yoory dengan Anja yang mengaku sebagai pemilik tanah. Penandatanganan PPJB dilakukan di Kantor Sarana Jaya antara Yoory dengan Anja dan di hari yang sama, Sarana Jaya mentransfer 50 persen pembayaran pembelian ke rekening Anja sebesar Rp 108,99 miliar.
Selanjutnya, dengan menggunakan rekening perusahaan PT Adonara Propertindo, Rudy dan Anja kembali menyetujui dan memerintahkan Tommy mengirimkan dana sebesar Rp5 miliar sebagai uang muka tahap II kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus. Setelah ditandatangani PPJB dan dilakukan pembayaran sebesar Rp 108,9 miliar, Sarana Jaya baru melakukan kajian usulan pembelian tanah di Munjul di mana lebih dari 70 persen tanah tersebut masih berada di zona hijau untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang tidak bisa digunakan untuk proyek hunian atau apartemen.
Meskipun lahan tersebut tidak bisa diubah zonasinya ke zona kuning, pihak Sarana Jaya tetap melakukan pembayaran sebesar Rp 43,59 miliar kepada Anja di rekening Bank DKI atas nama Anja sehingga total yang telah dibayarkan sebesar Rp 152,5 miliar. Atas pembayaran oleh Sarana Jaya tersebut, Rudy meminta Anja dan Tommy untuk mengalirkan dana yang di antaranya digunakan untuk pembayaran BPHTB Pengadaan Tanah Pulogebang pada Sarana Jaya.
Kemudian, dimasukkan ke rekening perusahaan lain milik tersangka Rudy dan penggunaan untuk beberapa keperluan pribadi Rudy dan Anja. Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 152,5 miliar.