Kamis 19 Jan 2023 17:59 WIB

Kejakgung Ingatkan LPSK Jangan Intervensi Penuntutan Bharada Eliezer

Kejakgung menilai tuntutan terhadap Bharada Richard Eliezer sudah wajar.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (21/11/2022).  Sidang perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah tersebut sempat ditunda selama sepekan saat pelaksanaan KTT G20 lalu, kini kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sebanyak 11 saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum diantaranya anggota Polri dan pegawai swasta.  Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (21/11/2022). Sidang perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah tersebut sempat ditunda selama sepekan saat pelaksanaan KTT G20 lalu, kini kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sebanyak 11 saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum diantaranya anggota Polri dan pegawai swasta. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tak mengintervensi penuntutan terhadap terdakwa Richard Eliezer (RE) yang sudah dibacakan jaksa penuntut umum (JPU).

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menegaskan, tuntutan terhadap eksekutor dan pelaku pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) tersebut, sudah sesuai dengan prinsip pencarian keadilan secara hukum.

Baca Juga

“Saya garis bawahi, LPSK tidak boleh melakukan intervensi, atau mempengaruhi jaksa dalam hal penuntutan. Kami (jaksa) sangat tahu dengan apa yang kami lakukan dalam penuntutan kasus ini,” begitu kata Fadil di Gedung Kejakgung, Jakarta, Kamis (19/1).

Tuntutan 12 tahun penjara untuk Richard tersebut, kata Fadil, sudah sesuai rekomendasi LPSK. LPSK meminta jaksa dalam penuntutan mempertimbangkan status Richard Eliezer sebagai justice collaborator (JC).

Tanpa rekomendasi dari LPSK, JPU, dikatakan Fadil, bakal menuntut terdakwa lebih berat. “Kalau LPSK nggak masuk, mungkin tidak segitu (12 tahun). Tetapi LPSK merekomendasikan untuk keringanan, dan itu sudah kami penuhi,” terang Fadil.

Karena itu kejaksaan menilai, tuntutan 12 tahun penjara terhadap Richard sudah wajar. Pun terbilang ringan. Itu dikatakan Fadil, jika menjadikan tuntutan terhadap terdakwa Ferdy Sambo yang lebih berat.

JPU dalam kasus pembunuhan berencana di Duren Tiga 46 itu, meminta majelis hakim menghukum mantan Kadiv Propam tersebut, penjara seumur hidup.  “Kami sudah pertimbangkan rekomendasi LPSK itu dengan menuntut terdakwa RE ini, menjadi lebih rendah, dan lebih ringan dari tuntutan terhadap terdakwa Sambo,” terang Fadil.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana menerangkan, tuntutan penjara seumur hidup terhadap terdakwa Sambo, seharusnya dilihat sebagai tolok ukur penuntutan terhadap Richard. Karena antara terdakwa Richard, dan Sambo, satu paket dalam pelaksanaan perbuatan perampasan nyawa Brigadir J. 

Namun yang membikin beda tuntutan kedua terdakwa itu, kata Ketut karena Richard dalam suaka LPSK sebagai JC. Pun Richard sebagai terdakwa yang diperintah Sambo untuk melakukan pembunuhan tersebut. Dan perintah penembakan tersebut dilaksanakan Richard. Sehingga kata Ketut, penuntutan 12 tahun terhadap Richard, lebih ringan dari tuntutan jaksa terhadap Sambo.

Sebelumnya lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyayangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta majelis hakim memvonis terdakwa Richard Eliezer dengan penjara 12 tahun. JPU dianggap mengabaikan masukan LPSK soal hukuman ringan bagi Eliezer karena berstatus justice collaborator. 

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mendorong agar Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin mengoreksi tuntutan terhadap Eliezer. Edwin masih berharap bahwa Eliezer pantas mendapat tuntutan ringan. Apalagi ia meyakini ada mekanisme yang bisa ditempuh JA untuk merealisasikannya. 

"Bila Jaksa Agung peka dengan tuntutan rasa keadilan masyarakat, JA bisa revisi tuntutan terhadap Bharada E," kata Edwin kepada wartawan, Kamis (19/1). 

 

Edwin mencontohkan jaksa yang pernah merevisi tuntutan satu tahun menjadi bebas bagi seorang istri Valencya alias Nancy Lim, yang dipidana karena mengomeli suami yang mabuk, Chan Yu Ching. Hal ini dianggap menjadi sejarah bagi kejaksaan.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement