REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pengadilan Agama Kabupaten Malang, Jawa Timur mencatat jumlah pernikahan dini atau dispensasi nikah di wilayah kabupaten setempat mencapai 1.434 perkara pada 2022.
Humas Pengadilan Agama Kabupaten Malang Muhammad Khairul di Kabupaten Malang, Kamis, mengatakan tingginya angka dispensasi nikah di wilayah tersebut, disebabkan jumlah penduduk yang sangat tinggi, yakni lebih dari 2,6 juta jiwa.
"Untuk dispensasi nikah, Pengadilan Agama Kabupaten Malang menempati tempat yang tinggi di Jawa Timur, karena jumlah penduduknya banyak," kata Khairul.
Khairul menjelaskan dari jumlah pengajuan dispensasi nikah di Kabupaten Malang yang mencapai 1.434 perkara selama tahun 2022 tersebut, sebanyak 1.393 perkara pengajuan dispensasi nikah telah diputus.
Menurutnya, jika dibandingkan dengan tahun 2021, jumlah perbandingan dispensasi nikah tersebut mengalami penurunan. Pada 2021, tercatat sebanyak 1.762 perkara dispensasi nikah di wilayah Kabupaten Malang. "Trennya sudah mulai menurun, turun sekitar 20 persen," katanya.
Menurut dia, penurunan angka dispensasi nikah tersebut, disebabkan adanya perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan dengan usia minimal pernikahan untuk perempuan menjadi 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.
Ia menambahkan sepanjang tahun, jumlah perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Kabupaten Malang bisa mencapai 10 ribu perkara. Dari jumlah perkara yang masuk tersebut, dispensasi nikah tercatat di angka sepuluh persen lebih.
Penyebab dispensasi nikah di Malang bukan disebabkan hamil di luar pernikahan. Rata-rata, mereka yang menikah karena mengalami putus sekolah dan sudah bekerja.
"Untuk hamil di luar nikah sangat kecil atau sedikit. Perbandingannya, dari sepuluh kasus dispensasi kawin, mungkin hanya satu yang hamil di luar pernikahan," ujarnya.
Meskipun demikian, lanjutnya, prosedur dispensasi pernikahan tetap harus diajukan langsung oleh orang tua atau wali. Hal tersebut dalam upaya agar para orang tua tetap bisa memberikan bimbingan kepada anak-anaknya.
"Orang tua dari calon istri dan suami dihadirkan ke pengadilan. Sehingga, setelah pernikahan tetap membimbing dan mengarahkan anak-anaknya," ujarnya.