Jumat 20 Jan 2023 05:51 WIB

Sebelum Tambah Momongan, Orang Tua Perlu Ketahui Ini Dulu

Saudara kandung tak memiliki kesamaan dalam kepribadian meski wariskan gen yang sama.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Friska Yolandha
Kakak memeluk adik (ilustrasi). Saudara kandung tidak memiliki kesamaan dalam kepribadian.
Foto: Pxhere
Kakak memeluk adik (ilustrasi). Saudara kandung tidak memiliki kesamaan dalam kepribadian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah memiliki anak pertama, sebagian orang tua berencana melakukan program kehamilan berikutnya. Namun, memiliki anak kedua juga menawarkan tantangan tersendiri, terutama soal pengasuhan anak.

Orang tua perlu memahami bahwa cara menghadapi anak pertama dan kedua tidak selalu sama. Pasalnya, anak kedua bisa saja memiliki kepribadian yang sangat berbeda dengan sang kakak.

Baca Juga

Faktanya, menurut sebuah studi rilisan 1987 oleh Plomin dan Daniels, saudara kandung tidak memiliki kesamaan dalam kepribadian. Bahkan, perbedaan itu bisa melebihi dua orang asing yang sama sekali tidak berhubungan.

Mungkin, itu terkesan aneh, mengingat 50 persen kode genetik mereka identik. Menurut studi yang digagas Plomin dan Daniels, jawabannya sama sekali bukan pada gen, tetapi pada lingkungan tempat anak-anak tumbuh.

Meski tumbuh bersama, setiap anak punya hubungan yang berbeda dengan orang tuanya. Anak pun nantinya bisa memiliki bentuk relasi yang berbeda dengan saudara mereka yang lain. Begitu juga efek dari teman dan pengalaman yang berbeda di sekolah.

Semua hal berlainan tersebut memicu perbedaan yang sangat mencolok antara saudara kandung. Karena kepribadian mereka kerap sangat berbeda, strategi pengasuhan yang berhasil dengan satu anak, mungkin tidak berhasil dengan yang lain.

Bagi para ibu, juga perlu waspada dengan pengasuhan yang intens supaya tidak mengarah pada stres. Secara khusus, menjadi 'ibu yang intens' mungkin berdampak buruk bagi kesehatan mental.

Ada banyak laporan dan temuan penelitian bahwa anak-anak mengisi hidup orang tua dengan kegembiraan dan makna. Bahkan, studi pada 2013 mengatakan lelaki dan perempuan yang menjadi orang tua cenderung lebih bahagia daripada yang bukan orang tua.

Lantas, bagaimana dengan berbagai tekanan serta aneka hal yang jauh dari kata bahagia saat menjadi ayah dan ibu? Menurut studi lain, mungkin itu karena perbedaan sikap dalam mengasuh anak.

Dalam studi psikologi pada 2012, tim peneliti menemukan bahwa ibu yang mendukung gagasan bahwa perempuan adalah orang tua yang lebih baik daripada laki-laki, lebih cenderung mengalami depresi dan kurang puas dengan kehidupan. Itu sebabnya, kerja sama dengan pasangan menjadi sangat penting.

Membesarkan anak-anak yang bahagia lebih mudah jika hubungan ibu dan ayah juga harmonis. Trik untuk mencapai kepuasan pernikahan, khususnya terkait dengan pekerjaan rumah, adalah melakukannya bersama.

Menurut studi pada 2013, ketika pasangan melakukan tugas pada saat yang sama (tidak peduli jika keduanya melakukan hal berbeda), mereka cenderung puas dengan pembagian kerja. Melibatkan anak dalam pekerjaan rumah juga merupakan langkah pengasuhan yang positif, dikutip dari laman Spring, Jumat (20/1/2023).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement