REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Barat pada Kamis (19/1/2023) menjanjikan bantuan senjata senilai miliaran dolar senjata untuk Ukraina. Namun Jerman tidak memberikan pertanda untuk mencabut hak veto pengiriman yang dikhawatirkan akan memprovokasi Moskow.
Masalah ini tampaknya akan mendominasi pembicaraan antara sekutu Barat di Ramstein, yang merupakan pangkalan udara utama Washington di Eropa, pada Jumat (20/1/2023). Ukraina mendorong Barat untuk mengirim tank tempur Leopard buatan Jerman untuk menghadapi pasukan Rusia. Tank tempur ini dimiliki oleh sejumlah negara anggota NATO. Namun pengiriman tank tersebut membutuhkan persetujuan Jerman.
"Orang-orang kami sekarat setiap hari. Jika Anda memiliki tank Leopard, berikan kepada kami. Ukraina membutuhkan mereka untuk mempertahankan diri, merebut kembali tanah yang diduduki, dan tidak berencana menyerang Rusia," kata Presiden Ukraina Volodomyr Zelenskiy kepada televisi Jerman ARD, pada Kamis malam.
Kanselir Jerman Olaf Scholz enggan mengirim senjata yang dianggap dapat memprovokasi Moskow. Para sekutu Barat mengatakan, kekhawatiran Jerman itu tidak tepat, karena Rusia sudah berkomitmen penuh untuk perang. Di sisi lain, Rusia telah berulang kali mengatakan, transfer senjata oleh Barat akan memperpanjang perang dan meningkatkan penderitaan di Ukraina. Sumber pemerintah Jerman sebelumnya mengatakan Berlin akan mencabut keberatannya jika Washington mengirimkan tank Abrams.
"Kepemimpinan sejati adalah tentang memimpin dengan memberi contoh, bukan tentang memandang orang lain. Tidak ada pantangan," ujar penasihat Zelenskiy, Mykhailo Podolyak.
"Dari Washington ke London, dari Paris ke Warsawa, Anda mendengar satu hal, Ukraina membutuhkan tank. Tank adalah kunci untuk mengakhiri perang dengan baik," kata Podolyak.
Menjelang pertemuan di Ramstein, 11 negara NATO, termasuk Inggris dan Polandia, menjanjikan bantuan militer baru kepada Ukraina. Komitmen ini dicapai dalam sebuah pertemuan di pangkalan militer di Estonia pada Kamis.
"Kami berkomitmen untuk secara kolektif mengejar pengiriman serangkaian donasi yang belum pernah terjadi sebelumnya termasuk tank tempur utama, artileri berat, pertahanan udara, amunisi, dan kendaraan tempur infanteri ke pertahanan Ukraina," kata pernyataan bersama mereka.
Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki mengaku skeptis bahwa Jerman akan mengizinkan tank Leopard dikirim ke Ukraina. Sementara Menteri Pertahanan Belanda, Kajsa Ollongren meyakini ada solusi dari persoalan pengiriman bantuan senjata militer ini. Tetapi Belanda juga membutuhkan lampu hijau dari Berlin sebelum memutuskan apakah akan menyumbangkan tank.
Polandia dan Finlandia mengatakan, mereka akan mengirim tank Leopard jika Jerman mencabut hak vetonya. Sementara pejabat Ukraina terus mendesak Barat untuk segera membuat keputusan.
"Kami tidak punya waktu, dunia tidak punya waktu saat ini. Kami membayar kelambatan dengan nyawa rakyat Ukraina," ujar Kepala Administrasi Kepresidenan Ukraina, Andriy Yermak di Telegram.
Sebuah jajak pendapat oleh televisi ARD Jerman menunjukkan 46 persen responden mendukung pengiriman tank, dan 43 persen menentang pengiriman itu. Banyak orang Jerman memandang selesainya Perang Dingin sebagai akhir dari konflik besar bagi Barat. Optimisme itu, dikombinasikan dengan pasifisme yang berakar pada rasa bersalah atas peran Jerman dalam dua Perang Dunia. Para analis mengatakan, mundurnya Jerman dari pertahanan kolektif sekutu, secara efektif mengalihkan keamanannya kepada Amerika Serikat.
Penasihat kebijakan utama Pentagon, Colin Kahl, pada Rabu (18/1/2023) mengatakan, tank Abrams kemungkinan besar tidak akan disertakan dalam paket bantuan militer besar-besaran Washington. Tank tersebut dianggap tidak cocok untuk kondisi di Ukraina. Ukraina dan Rusia sama-sama mengandalkan tank T-72 era Soviet, yang telah dihancurkan dalam 11 bulan pertempuran.