Sosiolog Ungkap Ragam Faktor Pendorong Pernikahan Anak
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Pernikahan Dini | Foto: MGROL100
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Prof Bagong Suyanto mengatakan, ada kontradiksi yang memprihatinkan terkait masih banyaknya anak di bawah umur yang mengajukan dispensasi nikah. Dimana pemerintah sudah menyiapkan payung hukum untuk membatasi usia seseorang bisa menikah, namun tidak berdampak untuk mengurangi jumlah pernikahan anak di bawah umur.
"Sebaliknya yang terjadi malah kasus pernikahan di bawah umur makin banyak. Yang memprihatinkan itu sebagian di antaranya dilakukan karena hamil di luar nikah. Ini merupakan imbas perilaku permisif yang dilakukan anak," kata Bagong, Kamis (19/1/2023).
Bagong mengungkapkan berbagai faktor penyebab tingginya angka pernikahan di bawah umur yang disebabkan hamil terlebih dulu. Menurutnya, tidak hanya akibat kurangnya pengawasan orang tua tapi juga cyber-porno. Kemudian pengaruh lingkungan pergaulan juga berkontribusi pada kasus pernikahan anak di bawah umur.
Faktor yang juga menjadi pemicu menurutnya adalah faktor budaya. Pada sebagian kalangan masyarakat, menikahkan anak dapat dilakukan secepat mungkin sebelum mereka terjerumus melakukan hal-hal yang negatif.
"Masih ada sebagian masyarakat yang menganggap pernikahan siri tidak masalah meskipun secara hukum tidak dianjurkan tapi praktik ini masih terjadi," ujarnya.
Bagong mengingatkan, godaan cyber-porno tidak bisa diatasi dengan hanya memblokir konten pornografi. Menurutnya, sang anak juga perlu dibekali daya tahan berupa literasi kritis. Selain kontrol dan pengawasan yang dilakukan orang tua, pembinaan hendaknya dilakukan agar anak memiliki kesadaran serta sikap kritis untuk menyikapi cyber-porno.
"Tidak mungkin remaja diawasi orang tua 24 jam, ada masa dimana dia punya kebebasan sendiri," kata Bagong.
Bagong melanjutkan, karakteristik anak masa kini yang berbeda dengan generasi sebelumnya menjadikan orang tua harus melakukan pendekatan yang berbeda. Jika dulu, kata dia, jam 9 malam anak di rumah hati orang tua bisa tenang.
"Sekarang anak jam 9 malam belum keluar kamar harus curiga apa yang dilakukan," kata Bagong.
Bagong menambahkan, dibutuhkan pemahaman orang tua untuk senantiasa mendampingi dan membimbing anak. Membangun ketahanan anak bisa dilakukan melalui jalur agama serta membangun keluarga yang harmonis.
"Keluarga harmonis ini bertujuan agar energi anak tidak digunakan ke hal negatif tapi ke hal yang tidak kalah menarik tapi positif," kata dia.
Pendidikan seks bagi anak tak luput dari perhatian Bagong. Menurutnya, orang tua cenderung enggan dan tertutup jika anak membicarakan mengenai seksualitas. Padahal, anak ketika orang tua tidak mau memberi penjelasan mereka akan mencari sendiri.
"Ini bisa menyebabkan anak memahami seksualitas dengan cara yang salah," ujarnya.