Jumat 20 Jan 2023 15:20 WIB

Penerapan Jalan Berbayar di Jakarta Tambah Beban Rakyat

Aspek Indonesia meminta Pemprov DKI tidak memberlakukan ERP di Jakarta.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Erik Purnama Putra
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat (6/1/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat (6/1/2023).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia meminta Pemprov DKI Jakarta untuk tidak memberlakukan kebijakan jalan berbayar (electronic road pricing/ERP) di 25 ruas jalan di Jakarta. Di saat kondisi ekonomi masyarakat yang tidak baik, kebijakan jalan berbayar hanya akan semakin membebani masyarakat.   

"Pemberlakuan jalan berbayar yang ditujukan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas tidak akan efektif. Kebijakan ini justru terkesan lebih karena keinginan Pemprov DKI Jakarta untuk bisa menarik dana dari masyarakat secara cepat dan paksa," ujar Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat dalam siaran pers kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (20/1/2023).

Dia menjelaskan, aturan ERP seperti pengguna jalan 'dipalak' oleh Pemprov DKI. Menurut Mirah, kemacetan di Ibu Kota tidak akan bisa dihindarkan karena ruas jalan memang terbatas dan jumlah kendaraan yang melintas juga banyak. Dia menyoroti isi Raperda Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE), yang mengecualikan angkutan umum berpelat kuning.

Artinya, ojek online (ojol) dan kendaraan kurir yang saat ini jumlahnya jutaan akan terbebani biaya jalan berbayar. Pihaknya memperkirakan perusahaan mungkin  membebani biaya jalan berbayar kepada konsumen. Namun tidak menutup kemungkinan biaya jalan berbayar juga dibebankan kepada pengemudi ojol atau kurir.

Di saat pemerintah belum mampu memberikan lapangan pekerjaan yang luas dan banyak, kata Mirah, sangat mungkin bisa terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. "Pemerintah jangan menambah beban hidup masyarakat," ujarnya.

Pemberlakuan ERP yang setiap hari mulai pukul 05.00 sampai pukul 22.00 WIB, kata dia, sama saja Pemprov DKI membebani mobilitas masyarakat Jakarta yang sedang mencari rejeki tanpa pandang bulu. "Aspek Indonesia juga memiliki anggota pengemudi daring dan kurir yang telah menyampaikan aspirasi keberatannya kepada kami untuk disampaikan kepada Pemerintah DKI," kata Mirah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement