Jumat 20 Jan 2023 18:57 WIB

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Tolak Wacana Jalan Berbayar di Jakarta

"Pengguna jalan seperti 'dipalak' oleh Pemprov DKI Jakarta," kata Mirah Sumirat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Sejumlah kendaraan melintasi Jalan Jenderal Sudirman di Jakarta, Rabu (11/1/2023). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan kebijakan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di 25 ruas jalan Ibu Kota dengan usulan tarif sebesar Rp 5.000 hingga Rp 19.000 sekali melintas untuk mengendalikan mobilitas warga DKI Jakarta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah kendaraan melintasi Jalan Jenderal Sudirman di Jakarta, Rabu (11/1/2023). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan kebijakan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di 25 ruas jalan Ibu Kota dengan usulan tarif sebesar Rp 5.000 hingga Rp 19.000 sekali melintas untuk mengendalikan mobilitas warga DKI Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta Pemprov DKI Jakarta untuk tidak memberlakukan kebijakan jalan berbayar atau yang dikenal dengan sebutan electronic road pricing (ERP), di sejumlah wilayah Jakarta. Di saat kondisi ekonomi masyarakat yang tidak baik, kebijakan jalan berbayar hanya akan semakin membebani masyarakat.

Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat menyampaikan pemberlakuan jalan berbayar yang ditujukan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, tidak akan efektif. Kebijakan ini justru terkesan lebih karena keinginan Pemprov DKI Jakarta untuk bisa menarik dana dari masyarakat, secara cepat dan paksa.

Baca Juga

"Pengguna jalan seperti 'dipalak' oleh Pemprov DKI Jakarta," ungkap Mirah Sumirat dalam keterangan, Jumat (20/1/2023).

Menurut Mirah, kemacetan di DKI Jakarta tidak akan bisa dihindari, karena ruas jalan di Jakarta memang terbatas dan jumlah kendaraan yang melintas juga banyak. Mirah juga menanggapi beberapa isi Raperda Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE), dimana kendaraan yang kebal ERP salah satunya angkutan umum berpelat kuning.

Artinya, ojek online dan kendaraan kurir yang saat ini jumlahnya jutaan, akan terbebani biaya jalan berbayar. Perusahaan mungkin akan membebani biaya jalan berbayar kepada konsumen. Namun, tidak menutup kemungkinan biaya jalan berbayar juga akan dibebani kepada pengemudi ojol atau kurir, akibat kebijakan tarif ojol dan kurir yang tidak layak.

"Di saat Pemerintah belum mampu memberikan lapangan pekerjaan yang luas dan banyak terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, sebaiknya Pemerintah jangan menambah beban hidup masyarakat", tegasnya

Ia juga menanggapi terkait 25 ruas jalan berbayar yang saling terkoneksi dan waktu pemberlakuan ERP yang terdapat dalam Raperda Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang akan diberlakukan setiap hari mulai pukul 05.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB. Menurutnya, sama saja Pemerintah DKI Jakarta, akan terus membebani biaya jalan berbayar untuk setiap mobilitas masyarakat Jakarta yang sedang mencari rejeki, tanpa pandang bulu. Jika ojol atau kurir dalam sehari harus bertugas di beberapa ruas jalan berbayar, tentunya akan sangat terbebani dengan kebijakan yang tidak bijak ini.

"ASPEK Indonesia juga memiliki anggota pengemudi daring dan kurir, yang telah menyampaikan aspirasi keberatannya kepada ASPEK Indonesia, untuk disampaikan kepada Pemerintah DKI Jakarta. Kasihan masyarakat kecil, beban hidupnya menjadi semakin berat," tegasnya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement