REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencabut pembantaran penahanan Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Hal ini dilakukan setelah tim dokter menyatakan kondisi kesehatan Lukas sudah membaik.
"Informasi yang kami terima, oleh karena tim medis menyatakan tersangka LE (Lukas Enembe) sudah pulih sehingga dapat dipindahkan ke Rutan KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/1/2023) malam.
"Maka hari ini tim penyidik, mencabut status pembantaran penahanan," tambahnya.
Ali mengatakan, pihaknya pun kembali membawa Lukas ke Rumah Tahanan (Rutan) KPK untuk menjalani penahanan. Dia memastikan bahwa kondisi Lukas tetap diperhatikan oleh dokter selama berada di penjara.
"Sekalipun berada di Rutan KPK, tim dokter Rutan KPK selalu memantau kondisi kesehatan tersangka," jelas dia.
Selain itu, Ali menjelaskan, dokter pribadi maupun keluarga Lukas juga dipersilakan untuk melakukan kunjungan dengan mematuhi syarat dan ketentuan yang ada. KPK berharap agar Lukas kooperatif dalam pengusutan kasus dugaan suap yang menjerat dirinya.
"Kami juga berharap, berikutnya tersangka (Lukas Enembe) kooperatif mengikuti seluruh proses yang KPK lakukan dalam rangka penyelesaian perkara untuk kepastian hukum," ujar Ali.
Penahanan Lukas sebelumnya kembali dibantarkan pada Rabu (18/1/2023). Sebab, kondisi kesehatannya menurun dan harus menjalani rawat inap dan perawatan medis di RSPAD Gatot Soebroto.
Lukas menjadi tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua.
Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi. Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut.
Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN. Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar.
Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.