Sabtu 21 Jan 2023 08:26 WIB

Maju Jadi Kades Biayanya Bisa Rp 400 Juta, Bahkan Lebih

Biaya tinggi menjadi salah satu alasan jabatan kades diperpanjang.

Rep: Co2/ Red: Teguh Firmansyah
Sejumlah kepala desa dari berbagai daerah mealakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah dan DPR merevisi aturan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun per periode.
Foto: Republika/Prayogi.
Sejumlah kepala desa dari berbagai daerah mealakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah dan DPR merevisi aturan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun per periode.

REPUBLIKA.CO.ID, Usulan masa jabatan kepala desa diperpanjang hingga 9 tahun masih menuai kontroversi. Ada yang sepakat, tapi banyak juga yang bertanya-nya. 

Para kepala desa pun punya alasan sendiri mengapa ingin perpanjangan masa jabatan kepala desa. Tingginya biaya kampanye setiap pemilihan menjadi salah satu penyebab kades setuju jika masa jabatannya diperpanjang menjadi 9 tahun dari 6 tahun. 

Baca Juga

"Kalau menurut saya itu persoalan di konflik horizontal serta biaya yang sangat tinggi untuk kampanye setiap pemilihan. Jadi yang ingin dihindari teman-teman saya ya itu, jadi persoalan utamanya ada di situ," kata Sarjan kades Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo ketika dihubungi, Jumat (20/1/2023).

Kades yang terpilih satu periode tersebut mengaku senang jika masa jabatannya bakal ditambah. "Kalau saya pribadi ya sembilan tahun seneng, wong ngirit biaya. Kalau misalnya saya mau jago lagi harus tarung lagi, kan biayanya tinggi," ungkapnya.

Kendati demikian, ia mengatakan ada poin negatif dengan masa jabatan yang hampir satu dekade tersebut. Namun, itu jika kadesnya itu tidak baik. 

"Terlalu lama itu kalau kadesnya tidak baik, tapi kalau kadesnya baik ya itu bagus. Kalau kadesnya tidak baik kan kasihan desanya nunggu lama untuk pilihan lagi," terangnya.

Selain itu, faktor konflik dampak dari pilkades di masyarakat juga menjadi pertimbangan tersendiri. Menurutnya, hal tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan desa. "Ya itu sangat menghambat terhadap pembangunan desa. Jadi mampu menghindari konflik horizontal antar tetangga antar saudara menghindarinya itu sangat sulit," katanya.

Disinggung soal biaya kampanye, Sarjan mengatakan dirinya tidak mengeluarkan uang sama sekali di pilkades tahun 2018 lalu. Namun, ia mengatakan biaya untuk menjadi Kades paling rendah sekitar 400 juta. Sedangkan gaji per bulannya, ia mengatakan menerima sekitar 7 juta.

"Paling tinggi ya bisa sampai miliaran, tapi kalau sudah terbakar. yang jelas (biaya kampanye) di atas 400 juta," terangnya.

Sementara itu, Sukono Kades Balerante, Kemalang, Klaten yang sudah menjabat tiga periode mengatakan masa jabatan diperpanjang ada poin negatif hingga positif. "Kalau sembilan tahun itu dari sisi negatifnya terlalu lama. Dari sisi positif mengurangi pergolakan di masyarakat, andaikan waktu Pilkades sempat berbeda pendapat dengan yang lain ada kontra sudah masuk 9 tahun mestinya sudah pulih kembali," katanya.

Disinggung soal potensi terjadi Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) di tingkat desa dengan masa jabatan 9 tahun, Sukono mengatakan bahwa hal tersebut masih tergantung dari pribadi. "Kalau KKN sebenarnya kan kembali pada orangnya, kembali pada pribadinya masing-masing. Memang jenjangnya terlalu lama, sisi negatifnya kalau yang bersangkutan mungkin kurang amanah itu jenjangnya terlalu lama," katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement