Sabtu 21 Jan 2023 19:47 WIB

Peristiwa Morowali Harus Dorong Pemerintah Ubah UU Tenaga Kerja

Inas menyarankan sudah waktunya UU Ketenagakerjaan dan UU Serikat Pekerja direvisi.

Foto tangkapan layar rusuh di PT Gunbuster Nickel Industri (GNI), Kabupaten Morowali Utara.
Foto: Dok. Republika
Foto tangkapan layar rusuh di PT Gunbuster Nickel Industri (GNI), Kabupaten Morowali Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Hanura, Inas N Zubir menyoroti tayangan diskusi 'Bom Waktu, Akhirnya Meledak di Morowali Utara' di kanal Youtube Indonesia Lawyers Club (ILC) pada Kamis (19/1/2023). Menurut dia, tayangan tersebut diperlukan diperhatian bersama, baik oleh pemerintah maupun DPR.

Inas mengatakan, dari penjelasan Bupati Morowali Utara Delis Julkarson Hehi dalam tayangan tersebut, cukup jelas bahwa etos kerja dan disiplin kerja tenaga kerja asing (TKA) Cina sangat tinggi. "Sehingga menghasilkan produktivitas yang juga tinggi, bahkan mereka makan siang-pun tidak beranjak dari lokasi tempatnya bekerja, di mana setelah selesai makan, mereka langsung bekerja lagi," kata Inas kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (21/1/2023).

Menurut dia, menjadi wajar saja jika PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) memiliki matriks yang berbasis produktivitas dan efisiensi dalam sistem gaji di perusahaan tersebut. Sedangkan kultur pekerja domestik Indonesia sudah terbiasa dengan 'jam istirahat makan siang' yang memakan waktu paling sedikit 90 menit. "Sehingga membutuhkan perhatian pemerintah dalam membina sumber daya manusia nasional," ucapnya.

Inas juga menyinggung komentar eks sekretaris Kementerian BUMN Said Didu yang pernah mengajak Menteri Tenaga Kerja (2014-2019) Hanif Dakhiri tentang TKA China yang masuk ke Morowali Utara adalah tenaga kerja kasar. Kemudian, tiba-tiba undang-undang (UU) di Indonesia diubah oleh pemerintah untuk mengakomodasi pekerja kasar tersebut.

"Karena UU yang berlaku hingga hari ini adalah UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakejaan. Jadi, tidak benar bahwa pemerintah merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan secara tiba-tiba. Apakah Said Didu lupa bahwa untuk merevisi suatu undang-undang tidaklah bisa dengan 'sim salabim' langsung jadi, melainkan membutuhkan waktu pembahasan yang cukup panjang?" ucap Inas.

Dia juga menganggap, gaji yang diterima oleh TKA Cina lebih besar dari tenaga kejka domestik hingga menimbulkan kecemburuan sosial. Inas menilai, mentalitas buruk buruh Indonesia yang tidak mau tahu tentang keterikatan investor China dengan TKA Cina mengenai gaji yang disepakati berdasarkan aturan di negara mereka sendiri demi melindungi kesejahteraan mereka ketika bekerja di luar negeri.

Selain itu, ia menyoroti serikat pekerja memaksa buruh untuk menghentikan pekerjaan dan ikut bergabung dengan aksi mogok dan demo di lingkungan pabrik. Kegiatan serikat pekerja tersebut jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 28 UU Nomor 21 Tahun 2000. Inas pun menyarankan pemerintah, sebab sudah waktunya UU Ketenagakerjaan dan UU Serikat Pekerja direvisi agar sesuai dengan iklim investasi di Indonesia.

"Oleh karena tidak adanya investor dalam negeri yang berminat membangun smelter agar Indonesia dapat memproses nikel dan tambang lainnya di dalam negeri, maka pilihannya harus mengundang investor dari luar negeri, dan suka atau tidak suka maka hal tersebut harus dilakukan untuk dapat menyerap angkatan kerja di Indonesia," ucap Inas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement