Ahad 22 Jan 2023 00:37 WIB

Belajar dari Kasus Santri Bakar Santri, KPAI Kuatkan Pencegahan Kekerasan terhadap Anak

KPAI mengimbau semua pihak termasuk santri mencegah kasus kekerasan terhadap anak.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
KPAI mengimbau kasus santri di Pasuruan jangan terulang lagi. Harus ada upaya serius mencegah kekerasan terhadap anak.
Foto: Republika TV/Surya Dinata
KPAI mengimbau kasus santri di Pasuruan jangan terulang lagi. Harus ada upaya serius mencegah kekerasan terhadap anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah menyampaikan duka yang mendalam atas wafatnya santri berinisial INF (13 tahun) dari salah satu pondok pesantren (ponpes) di wilayah Kabupaten Pasuruan yang dinyatakan meninggal pada Kamis (19/1/2023) pukul 03.30 WIB. Sebelumnya, INF mendapatkan luka bakar akibat dibakar oleh seniornya MHM (16 tahun).

"Kami menyampaikan duka yang sangat mendalam, kami memantau sejak ada laporan sekitar dua pekan yang lalu bahwa anak (korban) sudah di rumah sakit tapi dikabarkan anaknya meninggal dunia," kata Ai kepada Republika, Sabtu (21/1/2023).

Ai mengatakan, tentu peristiwa ini menjadi perhatian serius bahwa kekerasan di lingkungan keagamaan harus menjadi catatan di awal tahun. Sementara KPAI di akhir tahun punya catatan di 2022 bahwa angka kekerasan fisik atau psikis kepada anak itu menempati angka tertinggi kedua setelah kekerasan seksual atau kejahatan seksual. Jadi ini bukan perkara yang mudah.

Sekarang masyarakat punya keberanian melaporkan dan terungkap kekerasan fisik, psikis dan kekerasan seksual angkanya besar. Tapi tantangan berikutnya adalah penanganan dan mengantisipasi adanya akibat yang sedemikian fatal, yang sampai menghilangkan nyawa orang, tentu itu menjadi keprihatinan mendalam.

"Ini (peristiwa santri meninggal dibakar seniornya) satu cambuk luar biasa, dan otokritik bagi segala macam bentuk program dan komitmen, baik itu secara regulatif maupun program pemerintah dalam pembangunan, karena kekerasan yang ada di lembaga pendidikan baik itu pendidikan agama maupun umum itu harusnya menjadi skala prioritas bagi kita untuk mencegah bahkan menangani," ujar Ai.

Ai menyampaikan, KPAI akan berinisiatif melakukan langkah-langkah monitoring terutama memastikan ruang lingkup hukum pelaku. Kalau kemarin KPAI memastikan perlindungan korban, sekarang KPAI sudah bergerak melakukan monitoring proses hukum pelaku.

Menurutnya, peristiwa meninggalnya santri ini harus semakin menumbuhkan kesadaran bahwa pesantren ramah anak  dan lembaga pendidikan ramah anak itu komitmen, bukan hanya slogan.

"Sehingga otokritiknya kita harus sama-sama membuat peta penurunan kekerasan terhadap anak ini sudah pada posisi mana, ini yang menurut saya sangat memprihatinkan karena lagi-lagi peristiwanya ada di sebuah lembaga keagamaan yang semestinya memberikan role model," jelas Ai.

Menurutnya, para santri di pesantren sedang belajar rol model menjadi pribadi yang berakhlak dan tidak melakukan kekerasan.

"Saya juga punya kekhawatiran, apakah anak ini melihat selama pengalaman di manapun, di rumah atau di tempat lembaga pendidikan, apakah seperti itu jika melakukan penyelesaian dengan kekerasan, ini menjadi otokritik bagi kita semua," jelas Ai.

KPAI juga memohon kepada Kementerian Agama agar melakukan tindakan nyata untuk penyelesaian secara kelembagaan. Serta untuk memberikan dukungan baik itu untuk pencegahan dan menangani peristiwa-peristiwa di lembaga keagamaan. Sebab menurut Ai, kasus kekerasan bukan hanya terjadi di pesantren tapi berdasarkan laporan yang diterima KPAI ada kasus di gereja, sekolah Minggu, Vihara dan lain-lain.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement