REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Nilai tukar mata uang Iran terhadap dolar AS jatuh ke rekor terendah pada Sabtu (21/1/2023). Dikutip dari Reuters, Sabtu (21/1/2023), hal itu terjadi di tengah meningkatnya isolasi di negara itu dan kemungkinan sanksi Uni Eropa terhadap Garda Revolusi Teheran atau beberapa anggotanya.
Hubungan antara UE dan Teheran telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir karena upaya untuk menghidupkan kembali pembicaraan nuklir yang terhenti. Iran telah menahan beberapa warga negara Eropa dan blok tersebut menjadi semakin kritis terhadap perlakuan kekerasan pengunjuk rasa dan penggunaan eksekusi.
Uni Eropa saat ini sedang mendiskusikan sanksi putaran keempat terhadap Iran. Sumber-sumber diplomatik mengatakan anggota Garda Revolusi Iran akan ditambahkan ke daftar sanksi blok itu pada pekan depan.
Di pasar tidak resmi Iran, dolar dijual sebanyak 447 ribu real pada Sabtu. Berdasarkan situs valuta asing Bonbast.com, level itu melonjak dari 430.500 pada hari sebelumnya.
Nilai tukar Rial telah kehilangan 29 persen sejak protes nasional menyusul kematian seorang wanita Kurdi Iran berusia 22 tahun, Mahsa Amini, pada 16 September 2022 di dalam tahanan polisi. Kerusuhan telah menjadi salah satu tantangan terbesar bagi pemerintahan teokratis di Iran sejak Revolusi Islam 1979.
Parlemen Eropa juga pad Rabu (18/1/2023) meminta Uni Eropa untuk mendaftarkan Garda Revolusi Iran sebagai kelompok teroris. Majelis tidak dapat memaksa UE untuk menambahkan pasukan Iran ke dalam daftar kelompok teroris tersebut namun pernyataan itu mengirimkan pesan politik yang jelas kepada Teheran.
Gubernur bank sentral Iran Mohammad Reza Farzin menganggap jatuhnya nilai tukar rial karena operasi psikologis. Teheran menyebut hal itu diatur oleh musuh-musuhnya untuk mengacaukan Republik Islam Iran.
Menghadapi tingkat inflasi sekitar 50 persen, warga Iran tengah mencari tempat berlindung yang aman. Khususnya untuk tabungan dengan mencoba membeli dolar, mata uang keras lainnya, atau emas.