Ahad 22 Jan 2023 15:15 WIB

Ironi Remaja Hamil di Luar Nikah, Ini Pesan Akademisi untuk Orang Tua

Komunikasi dengan anak berjalan secara dua arah atau demokrasi, bukan otoriter.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Lida Puspaningtyas
Orang tua dan anak remaja (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Orang tua dan anak remaja (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ratusan pelajar di Kabupaten Ponorogo yang mengajukan dispensasi nikah akibat hamil di luar nikah mengejutkan banyak pihak. Termasuk akademisi Universitas 'Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Endang Koni Wahyuningsih yang menyayangkan banyaknya pelajar tersebut hamil di luar nikah.

Endang yang merupakan dosen Prodi Kebidanan Unisa Yogyakarta tersebut menekankan pentingnya ketahanan keluarga dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Pasalnya, pernikahan usia dini banyak terjadi di wilayah lainnya di Indonesia, tidak hanya di Ponorogo.

Baca Juga

Tingginya angka pernikahan usia dini akibat hamil di luar nikah, katanya, menjadi alarm bagi masyarakat Indonesia. Endang menilai, fungsi ketahanan keluarga harus diperkuat kembali.

"Keluarga adalah benteng awal dan akhir dari anak-anak yang dapat memberikan modal utama, sebelum ia menentukan dengan siapa ia akan bergaul dan apa yang akan ia lakukan," kata Endang kepada Republika.co.id, Ahad (22/1/2023).

Dari penelitian yang dilakukan Endang pada 2017 lalu juga menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi anak menikah di usia dini karena sebagian besarnya karena kehamilan yang sudah lebih dulu terjadi.

Kehamilan tersebut menurut Endang juga terjadi atas beberapa sebab. Mulai dari kurangnya pengetahuan baik orang tua dan pelaku pernikahan usia dini, faktor memiliki pacar atau teman dekat, faktor kurangnya pengawasan orang tua, dan faktor sosial.

"Faktor sosial ini bisa dari teman atau saudara hamil di luar nikah, dan (menjadikan anak juga) menikah di usia dini," ujar Endang.

Dari permasalahan tersebut, Endang menekankan bahwa orang tua sebagai pengawas utama harus selalu waspada terhadap arus pergaulan bebas yang semakin luas. Orang tua, lanjutnya, wajib memberdayakan diri dengan pengetahuan yang relevan agar dapat memenuhi ekspektasi anak terhadap informasi terkait seksualitasnya.

"Komunikasi yang berjalan secara dua arah atau demokrasi, bukan otoriter, juga nampaknya menjadi gaya asuh yang diminati oleh para remaja kita yang dapat mencuri hatinya agar selalu merasa membutuhkan orang tua," jelas Endang.

Lebih lanjut, Endang menjelaskan bahwa keluarga sebagai tempat dimana anak berinteraksi paling lama dibanding lingkungan lain. Perlu menciptakan suasana yang hangat di dalam keluarga, dan menjadikan keluarga sebagai tempat yang nyaman bagi anak.

Endang juga menekankan bahwa menghabiskan lebih banyak waktu bersama dengan anak juga penting. Sebab, secara tidak langsung hal ini dapat mencegah anak-anak mencari tempat pelarian lain yang dapat membawa ke pergaulan bebas, dan dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.

"Keluarga memiliki fungsi melindungi dan afeksi, tidak memandang status keluarga yang utuh ataupun broken, ataupun bukan keluarga inti. Keluarga tidaklah selalu ayah dan ibu secara biologis, namun juga bermakna lingkungan sosial dimana anak itu tinggal," katanya.

Meski peran keluarga penting dalam menekan pernikahan dini akibat kehamilan di luar nikah, namun peran masyarakat juga tidak kalah penting. Menurut Endang, masyarakat juga harus mengambil inisiatif dengan melakukan tindakan pencegahan tanpa harus bersikap ofensif  dan destruktif, yakni tanpa menghakimi dan menyudutkan anak.

"Warga masyarakat tidak hanya memberikan sanksi, namun juga memberikan ruang berkreasi kepada para remaja, agar mereka bisa menyalurkan kreativitas di tempat umum yang mudah diawasi tanpa harus memasang CCTV," lanjut Endang.

Selain itu, kerja sama lintas sektoral juga penting. Tanpa kerja sama dari semua pihak termasuk elemen masyarakat, Endang menilai angka pernikahan usia dini akan menjadi fenomena gunung es yang tidak akan terselesaikan.

Ia mencontohkan, kerja sama yang dapat dilakukan salah satunya kolaborasi antara tenaga kesehatan dengan sekolah dan KUA setempat untuk memberikan penguatan edukasi kepada anak, mengenai dampak dari pergaulan bebas yang juga dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan.

"Selain sasaran kepada para siswa remaja, para orangtua juga perlu diberikan edukasi kembali mengenai segala dampak yang diakibatkan oleh pergaulan bebas dan pernikahan usia dini," katanya.

Tokoh masyarakat, lanjut Endang, juga berperan penting dalam merangkul masyarakat dalam memberikan edukasi. "Masyarakat pun tak kalah pentingnya, perlu diberikan edukasi tentang upaya-upaya kedepan yang dapat dilakukan agar pernikahan usia dini dapat ditekan," tambah Endang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement