REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva memecat panglima militernya, Julio Cesar de Arruda. Hal ini dilaporkan media Brasil Folha de S. Paulo pada Sabtu (21/1/2023) waktu setempat.
"De Arruda akan digantikan oleh Jenderal Tomas Miguel Ribeiro Paiva, komandan angkatan darat untuk wilayah tenggara," lapor surat kabar tersebut dikutip laman Anadolu Agency, Ahad (22/1/2023).
Pemecatan de Arruda terjadi setelah kerusuhan awal bulan ini oleh para pendukung mantan Presiden Jair Bolsonaro. Bolsonaro kalah dari Lula dalam pemilihan presiden yang ketat pada 30 Oktober.
Setelah kemenangan Lula, pendukung Bolsonaro menggelar demonstrasi. Para pengunjuk rasa memblokir jalan raya dan mendesak militer untuk campur tangan.
Pemecatan panglima militer juga terjadi beberapa hari setelah pemimpin sayap kiri itu secara terbuka mengatakan bahwa beberapa anggota militer mengizinkan pemberontakan 8 Januari di ibu kota oleh pengunjuk rasa sayap kanan. Lula bertemu dengan Menteri Pertahanan Jose Mucio, kepala staf Rui Costa dan komandan angkatan darat baru di Brasilia pada penghujung hari.
Berbicara kepada wartawan sesudahnya, Mucio mengatakan kerusuhan 8 Januari telah menyebabkan patahnya tingkat kepercayaan di tingkat atas tentara. Ia mengakui, bahwa pemerintah memutuskan perlunya perubahan.
Dalam beberapa pekan terakhir, Lula menargetkan militer dengan kritik setelah pendukung mantan presiden Jair Bolsonaro menyerbu gedung-gedung pemerintah dan menghancurkan properti publik dalam upaya mempertahankan Bolsonaro tetap menjabat. Pemberontakan tersebut sangat menunjukkan polarisasi di Brasil antara kiri dan kanan.
Lula beberapa kali mengatakan di depan umum bahwa pasti ada orang-orang di ketentaraan yang membiarkan kerusuhan itu terjadi, meski tidak pernah menyebut Arruda. "Banyak orang dari polisi militer dan angkatan bersenjata terlibat dan membiarkan pengunjuk rasa memasuki gedung dengan pintu terbuka," kata Lula saat berbicara santai kepada para wartawan pekan lalu.
Dalam wawancara lain, presiden mengatakan bahwa semua militer yang terlibat dalam upaya kudeta akan dihukum, tidak peduli pangkatnya.