Senin 23 Jan 2023 15:19 WIB

Epidemiolog Ingatkan Pemerintah Hati-Hati Klaim Covid-19 Terkendali Usai Nataru

Klaim Covid-19 terkendali bisa meniadakan potensi ancaman serius

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Penumpang saat akan menaiki bis di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, (ilustrasi). Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengingatkan pemerintah hati-hati dalam mengeklaim kasus Covid-19 di Indonesia terkendali usai libur natal dan tahun baru (nataru).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Penumpang saat akan menaiki bis di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, (ilustrasi). Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengingatkan pemerintah hati-hati dalam mengeklaim kasus Covid-19 di Indonesia terkendali usai libur natal dan tahun baru (nataru).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengingatkan pemerintah hati-hati dalam mengeklaim kasus Covid-19 di Indonesia terkendali usai libur natal dan tahun baru (nataru). Sebab, masih banyak terjadi infeksi Covid-19 dan klaim ini bisa meniadakan potensi ancaman serius Covid-19.

Dicky meminta pemerintah harus hati-hati dalam menyikapi dan menyatakan Covid-19 terkendali. "Sebab, kalau mengatakan situasi Covid-19 sudah terkendali di dunia itu artinya bicara merujuk pada kasus di rumah sakit dan kematian. Padahal, faktanya kasus infeksi banyak, banyak juga reinfeksi apalagi di tengah terbatasnya pemeriksaan, kesadaran masyarakat untuk melakukan testing juga semakin rendah," katanya saat dihubungi Republika, Senin (23/1/2023).

Baca Juga

Masalahnya, dia melanjutkan, kata terkendali bisa menjebak untuk meniadakan atau menihilkan potensi ancaman serius Covid-19 yang saat ini bukan lagi keparahan atau kematian melainkan long Covid-19. Artinya, dia melanjutkan, kalau Covid-19 di Indonesia dinyatakan terkendali ternyata banyak masyarakatnya dalam 5 hingga 10 tahun ke depan atau 10 persen saja ternyata bolak balik ke rumah sakit karena sakit kronis atau kerusakan organ tubuh akibat terinfeksi Covid-19 yang tidak terdeteksi maka artinya definisi terkendali bukan dalam arti sesungguhnya.

"Ini harus hati-hati karena negara maju sekalipun  mengatakan terkendali membutuhkan modal imunitas vaksin Covid-19 dosis penguat (booster), sedangkan Indonesia belum (memilikinya). Indonesia baru akan memulai vaksin Covid-19 booster kedua besok, sementara cakupan vaksin Covid-19 booster pertama secara populasi umum juga masih jauh," ujarnya.

Jadi, Dicky meminta pemerintah hati-hati dalam memberikan klaim ini. Sebab, selain jadi berpotensi menihilkan risiko di jangka menengah dan panjang juga menjebak diri sendiri merespons Covid-19. Ia mengingatkan tantangannya sudah bukan keparahan dan kematian melainkan long Covid-19 yang pengendaliannya memerlukan pendekatan lebih komprehensif di aspek upaya 3T, 5M, dan vaksinasi khususnya booster.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeklaim kasus Covid-19 di Indonesia usai libur natal dan tahun baru (nataru) 2023 masih terkendali. Ini terlihat dari indikator seperti konfirmasi kasus baru hingga positivity rate. "Setelah nataru yaitu di pekan kedua dan ketiga Januari 2023, indikator-indikator menunjukkan (kasus Covid-19) terkendali, bahkan menurun. Jadi, jumlah kasus terkonfirmasi, kasus positif, angka kematian, yang dirawat di rumah sakit termasuk positivity rate alhamdulilah masih terkendali," ujar Juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril, dikutip Senin (23/1/2023).

Jadi, dia menambahkan, keraguan beberapa pihak beberapa waktu lalu bahwa akan terjadi lonjakan kasus Covid-19 setelah nataru 2023 belum terjadi. Kemenkes berharap mudah-mudahan tren ini bertahan sampai akhir bulan dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement