REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Setiap tahun ribuan anak di Jabar mengajukan dispensasi nikah, mayoritas karena hamil yang tak diinginkan. Melihat kondisi ini, Wakil Ketua Komisi X DPRD Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya menilai, Jabar darurat perkawinan dini. Abdul Hadi berharap, ada upaya nyata dari Pemprov Jabar untuk menekan angka ini.
Menanggapi hal ini Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, terus berupaya menekan angka pernikahan itu melalui DP3AKB. Namun, dia berharap, kesadaran masyarakat semakin tinggi.
"Mudah-mudahan makin ke sini kesadaran masyakarat makin besar. Karena itu kan menyangkut kesadaran masyarakat tidak melulu program pemerintah," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, Senin (23/1).
Namun, untuk menekan angka pernikahan di usia dini tersebut butuh kesadaran dan edukasi. "Jadi prosesnya harus dua arah. Tidak hanya pemerintah saja tapi saya akan buat program khusus. Kan setiap permasalahan di Jabar pasti akan dicari solusinya," katanya.
Sebelumnya, Anggota DPRD Jabar mengaku, terkejut melihat data, setiap tahun ribuan anak di Jabar mengajukan dispensasi nikah. Penyebabnya, mayoritas karena hamil yang tak diinginkan. Menurut Wakil Ketua Komisi X DPRD Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya, jumlah anak yang mengajukan dispensasi nikah jumlahnya semakin meresahkan.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama Jabar, pada 2020 jumlah anak yang mengajukan dispensasi perkawinan sebanyak 8.312 anak. Lalu, pada 2021 sebanyak 6.794 anak. Kemudian pada 2022 triwulan 3 anak yang mengajukan dispensasi ini naik menjadi 8607.
"Kasus anak yang mengajukan perkawinan dispensasi ini, menurut saya sudah semakin meresahkan. Semua pihak terkejut, kami juga terkejut ini harus ada pencanangan Jawa Barat darurat terkait seks bebas, Jabar darurat seksual pranikah," ujar Abdul Hadi kepada Republika, Kamis (19/1).
Abdul Hadi menilai, bisa jadi seks pernikah tersebut dicontoh dari tayangan berbau pornografi yang ditonton secara bebas. Selain itu, pengawasan keluarga juga lemah.
Karenanya, orang tua, harus memberikan perhatian dan mengawasi pergaulan anaknya. "Anak harus terus mendapatkan pemahaman soal seks pranikah ini. Yakni, tentang bagaimana bahayanya masa depan mereka ini kalau sampai hamil di luar nikah," ujarnya.
"Jadi menyelesaikan persoalan ini tak bisa hanya dengan diskusi saja, tapi bagaimana agar kontrol dengan ketat di lingkungan seorang anak," katanya lagi.
Sudah saatnya, kata dia, semua stakeholders terkait secara serius membuat program pencegahan. Yakni, dari mulai DP3AKB, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, dan lainnya.