REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO Twitter Elon Musk berpartisipasi dalam sebuah diskusi daring di Twitter mengenai efek samping vaksin Covid-19. Dalam diskusi tersebut, Musk mengungkapkan, dirinya sempat mengalami efek samping yang berat setelah menerima suntikan booster Covid-19 kedua.
"Saya merasa seperti saya sedang sekarat selama beberapa hari. Saya harap tak ada kerusakan permanen (yang ditimbulkan), tetapi saya tak tahu," jelas Musk melalui akun Twitter pribadinya, seperti dilansir Times of India, Senin (23/1/2023).
Kepada akun @peters8620 yang memulai diskusi, Musk bercerita bahwa sepupunya juga mengalami miokarditis serius hingga harus mendapatkan perawatan dari rumah sakit setelah divaksinasi. Padahal, sepupu Musk masih berusia muda dan dalam kondisi kesehatan yang prima.
Musk mengatakan, dia sempat terkena Covid-19 di awal pandemi sebelum vaksin Covid-19 dirilis. Saat itu, Musk mengungkapkan bahwa dia hanya mengalami gejala seperti pilek ringan.
Setelah vaksin dirilis, Musk mendapatkan satu dosis vaksin J&J. Vaksin vektor virus tersebut tak memberikan efek samping yang berat. Pria yang menjabat sebagai CEO SpaceX dan Tesla tersebut hanya merasakan nyeri di lokasi penyuntikan dalam waktu yang singkat.
Selanjutnya, Musk mendapatkan booster pertama dan kedua dari vaksin mRNA. Saat pemberian booster pertama, Musk tak merasakan keluhan berarti. Namun setelah pemberian booster kedua, Musk mulai merasakan efek samping yang berat.
Warganet lain mempertanyakan alasan Musk mendapatkan suntikan booster kedua. Menjawab pertanyaan tersebut, Musk mengatakan hal tersebut bukan dia lakukan atas keinginan sendiri dan dia tak memiliki pilihan lain.
"(Booster kedua) diwajibkan untuk mengunjungi Tesla Giga Berlin. Bukan pilihan saya," kata Musk.
Kontroversi mengenai efek negatif dari vaksinasi Covid-19 kini marak dibicarakan di banyak negara. Berkaitan dengan hal ini, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengungkapkan bahwa vaksin Covid-19 aman dan efektif.
"Reaksi berat setelah vaksinasi jarang terjadi," ujar CDC melalui laman resminya.
Salah satu reaksi berat yang jarang terjadi pascavaksinasi Covid-19 adalah miokarditis. Mengacu pada ulasan data keamanan vaksin di VAERS pada Desember 2020-Agustus 2021, ditemukan adanya sedikit peningkatan risiko miokarditis setelah penyuntikan vaksin Covid-19 mRNA.
Dari 350 juta dosis vaksin mRNA yang diberikan selama periode tersebut, peneliti CDC menemukan bahwa tingkat kejadian miokarditis paling tinggi terjadi setelah pemberian dosis kedua vaksin mRNA pada pria di tiga kelompok usia. Berikut ini adalah perbandingan datanya:
1. Usia 12-15 tahun: 70,7 kasus per satu juta dosis vaksin Pfizer-BioNTech
2. Usia 16-17 tahun: 105,9 kasus per satu juta dosis vaksin Pfizer-BioNTech
3. Usia 18-25 tahun: 52,4 kasus per satu juta dosis vaksin Pfizer-BioNTech dan 56,3 kasus per satu juta dosis vaksin Moderna
Setelah melalui beragam studi dan ulasan data, CDC menyatakan bahwa pemberian vaksin Covid-19 aman dilakukan. Terkait adanya risiko efek samping yang berat, CDC menilai perlu adanya peningkatan pengawasan dan pemantauan keamanan pada kelompok anak serta remaja.