REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL — Seollal, atau Tahun Baru Imlek, adalah salah satu hari libur besar di Korea Selatan, bersama dengan Chuseok. Seluruh negeri merayakan festival pada hari pertama kalender lunar, yang jatuh pada 22 Januari tahun ini.
Dilansir Korea Boo pada Sabtu (21/1/2023), berikut lima fakta menarik tentang festival budaya tersebut.
1. Hari Libur Umum
Sama seperti Chuseok, perayaan Seollal juga disertai dengan hari libur yang disetujui pemerintah selama tiga hari. Tiga hari itu biasanya meliputi hari sebelum hari tahun baru, hari tahun baru, dan lusa. Menurut Undang-undang Perluasan Hari Libur Transfer Korea, sejak tahun ini, hari tahun baru jatuh pada Ahad, hari libur umum digeser pada 24 Januari.
2. Waktu Tersibuk Tahun Ini
Selama Seollal, orang berbondong-bondong mudik ke tempat asalnya, atau membeli hadiah. Jalanan paling sibuk, dan banyak toko serta restoran tutup selama liburan. Peristiwa Seollal menandai salah satu migrasi massal sementara terbesar di negara itu. Pada 2016, Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi memperkirakan bahwa sekitar 36 juta warga Korea Selatan beraktivitas selama tahun baru Imlek, yang merupakan sekitar 70 persen dari populasi saat itu.
3. Kebiasaan dan Kepercayaan Tradisional
Ada banyak kebiasaan tradisional yang terjadi selama Seollal, yang cenderung berubah berdasarkan wilayah. Namun, ada beberapa praktik umum, pertama, menyembunyikan sepatu pada malam Seollal. Ada kepercayaan populer di Korea bahwa hantu memasuki dunia sebelum malam tahun baru dan mencoba berbagai sepatu yang ditinggalkan di tempat terbuka.
Jika mereka menemukan sepatu yang sangat pas, mereka akan mengambilnya. Jika sepatu seseorang hilang selama ini, itu berarti mereka dikutuk selama setahun. Jadi, menyembunyikan sepatu sebelum malam Seollal adalah kebiasaan rakyat yang diikuti banyak orang.
Kedua, Bokjori untuk keberuntungan. Seollal biasanya dimulai lebih awal, dengan orang-orang bergegas ke pasar pada pagi hari untuk membeli Bokjori, saringan bambu yang digunakan untuk mencuci beras. Saringan ini digantung tinggi di dinding rumah untuk menangkap keberuntungan dan rejeki. Dipercaya juga bahwa semakin awal seseorang mencapai pasar untuk membeli Bokjori, maka semakin besar keberuntungan yang akan mereka terima.
Ketiga, Charye. Orang Korea percaya bahwa pada hari Seollal, nenek moyang mereka mengunjungi dan menikmati perayaan bersama mereka. Jadi, hari dimulai dengan Charye, di mana orang mengatur meja dengan berbagai makanan dan minuman tradisional untuk menghormati leluhur. Anggota keluarga berkumpul bersama dan berdoa untuk perdamaian dan kehidupan akhirat yang lebih baik untuk pendahulu mereka yang meninggal.
Keempat, Saebae. Mengenakan hanbok tradisional, anggota keluarga yang lebih muda mempersembahkan saebae, atau salam tahun baru, kepada yang lebih tua. Mereka juga memberi mereka hadiah, yang seringkali berupa uang, buah-buahan, ginseng, set hanwoo, atau produk kesehatan. Sebagai imbalannya, para tetua memberi restu dan sering menawarkan saebae-don atau uang tahun baru kepada anggota keluarga yang lebih muda.
4. Makanan
Makanan adalah bagian integral dari setiap perayaan tradisional Korea. Sementara orang Korea menikmati japche, jeon, dan resep perayaan lainnya selama Seollal, satu makanan yang menjadi pusat perhatian adalah tteokguk. Ini adalah sup gurih yang dibuat dengan irisan kue beras, biasanya disajikan dalam kaldu berbahan dasar daging sapi dan diberi hiasan daun bawang, telur, dan daging. Kue beras diiris dalam bentuk oval tipis menyerupai yeopjeon, mata uang sejarah Korea, dan kuahnya berwarna putih.
Sementara bentuk kue berasnya dimaksudkan untuk membawa kekayaan dan keberuntungan, kuahnya yang bening menandakan awal tahun baru yang bersih. Orang Korea juga percaya bahwa makan tteokguk pada hari tahun baru menambah satu tahun usia.
5. Permainan
Aktivitas paling populer yang diikuti orang Korea selama Seollal adalah yutnori dan go-stop. Go-stop adalah permainan kartu yang dimainkan dengan setumpuk 48 kartu Hwatu, kartu tradisional Korea. Yut adalah permainan papan yang jauh lebih tua yang dimainkan dengan empat tongkat dan empat buah permainan.
Selain permainan kartu, masyarakat juga menikmati kegiatan tradisional lainnya. Laki-laki biasanya berpartisipasi dalam yeonnaligi, yaitu menerbangkan layang-layang persegi panjang. Wanita secara tradisional memainkan neoltwigi, permainan melompat-lompat di atas jungkat-jungkit. Mereka juga memainkan gongginori, sebuah permainan yang dimainkan dengan lima buah gonggi kecil (mainan mirip batu). Namun, kondisi telah berubah pada zaman modern.