Senin 23 Jan 2023 22:40 WIB

Posisi Publik Muslim Amerika Serikat dan Populasi yang Tumbuh di Tengah Ancaman Rasial

Umat Islam di Amerika Serikat terus mengalami peningkatan dari sisi jumlah

Rep: Andrian Saputra / Red: Nashih Nashrullah
Kelompok Muslim Amerika Serikat mengampanyekan anti Islamofobia (ilustrasi). Umat Islam di Amerika Serikat terus mengalami peningkatan dari sisi jumlah
Foto: world bulletin
Kelompok Muslim Amerika Serikat mengampanyekan anti Islamofobia (ilustrasi). Umat Islam di Amerika Serikat terus mengalami peningkatan dari sisi jumlah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Komunitas Muslim telah mengambil bagian terpenting dari kehidupan publik Amerika Serikat. Hal itu terlihat dari semakin banyaknya orang-orang Islam yang terpilih menempati posisi publik seperti di parlemen baik tingkat kota maupun negara bagian.

Menurut President of Nusantara Foundation dan juga Imam Besar Islamic Center New York, Amerika Serikat, Imam Shamsi Ali, partisipasi Muslim pada lini kehidupan lainnya juga semakin meningkat.

Baca Juga

Misalnya di bidang perekonomian dan pendidikan menurut Shamsi Ali warga Muslim banyak mengambil peranan signifikan. Bahkan di sektor keamanan, komunitas Muslim berpartisipasi di kepolisian, militer termasuk dunia intelijen.    

"Tapi hal lain yang menjadi perubahan itu adalah karena meningginya rasisme dan kekerasan dari kelompok radikal putih. Saya kira ini membuka mata warga Amerika bahwa yang radikal itu bukan hanya orang Islam. Justeru yang paling berbahaya justru kalangan white supremacy," kata Shamsi Ali kepada Republika.id.beberapa hari lalu. 

Survei Brookings menyebutkan bahwa pandangan positif terhadap Muslim terus meningkat terlebih setelah Donald Trump meninggalkan Gedung Putih. 

Sejak saat itu, menurut Shamsi Ali, Islamofobia di Amerika Serikat mengalami penurunan drastis. Lebih-lebih kedekatan Preesiden Joe Biden dengan tokoh-tokoh Muslim di Amerika Serikat membuat pandangan positif terhadap Muslim semakin baik.  

"Iya Islamofobia menurun drastis di masa Biden. Hal itu karena memang Donald Trump tidak saja dalam kebijakan anti Islam, misalnya Muslim Ban. Tapi juga karakter pribadinya yang memang selalu anti Islam," katanya.  

Pengamat Badan Riset dan Inovasi Nasional, Prof Siswanto menilai semakin meningkatnya persepsi positif penduduk Amerika terhadap Muslim tak lepas dari gaya kepemimpinan Presiden Joe Biden yang menghargai kemajemukan di Amerika Serikat. Ini sangat berbeda dibanding era kepemimpinan Donald Trump yang sangat rasis terhadap umat Muslim.

Menurut Siswanto itu turut mempengaruhi persepsi pandangan publik Amerika terhadap Muslim Amerika yang tidak begitu baik dibanding era Joe Biden.  

"Biden berangkat dari partai Demokrat, calon yang berangkat dari Demokrat cenderung lebih menghargai hak-hak orang lain, lebih menghargai demokrasi, menghargai kemajemukan termasuk sikap mereka kepada Muslim. Saya kira berpengaruh. Jadi ketika pemimpinnya memberikan respon spositif terhadap eksistensi orang-orang Islam di sana itu akan berpengaruh terhadap opini publik di Amerika serikat di sana juga dibandingkan dengan tipe yang cenderung rasis," katanya. 

Siswanto mengatakan Joe Biden dan para elite Amerika Serikat dari partai Demokrat lebih memberikan apresiasi terhadap semua golongan termasuk orang-orang Islam di Amerika Serikat. 

Biden juga dapat menjalin komunikasi yang baik dengan komunitas Muslim di Amerika Serikat. Sementara Trump justru semakin membuat jarak dengan organisasi-organisasi Islam terlebih setelah secara provokatif mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.  

Pada sisi lain, Siswanto melihat model dakwah orang-orang Muslim di Amerika Serikat mempengaruhi persepsi positif penduduk Amerika Serikat terhadap Muslim. 

Dia mencontohkan pada komunitas Muslim Indonesia di Amerika yang berhasil membangun komunikasi yang baik dengan berbagai tokoh agama di Amerika serta menunjukan ajaran Islam yang moderat. 

"Mereka melihat sendiri kan sampelnya, ternyata orang Islam itu tidak seperti digambarkan oleh pandangan sebagian orang kulit putih yang disebut kejam, terorisme dan sebagainya. Ternyata faktanya mereka biasa dan lebih damai. Jadi beberapa kasus interaksi individual antara orang Islam dengan orang kulit putih non Muslim di sana itu juga menimbulkan rasa care terhadap orang-orang Islam itu sendiri," katanya.

Menurut survei Pew Research Center, pada 2014 lalu, sebanyak 0,9 persen warga dewasa Amerika Serikat (AS) memeluk agama Islam. 

Sebelumnya, pada 2011, lembaga yang sama menemukan ada 1,8 juta orang Islam dewasa di Amerika Serikat. Adapun total Muslim dari segala usia di Amerika Serikat adalah 2,75 juta jiwa. 

Survei 2011 itu dilakukan Pew Research Center dengan menggunakan bahasa Inggris, Arab, Farsi, atau Urdu.

Dengan demikian, angka tersebut masih mencakup warga Amerika Serikat yang merupakan keturunan orang Asia Selatan atau Timur Tengah. Tepatnya, sebanyak 63 persen dari total umat Islam di Amerika Serikat adalah imigran. 

Namun, Survei Pew Research Center pada April 2015 lalu memprediksi kenaikan pesat jumlah pemeluk Islam di Amerika Serikat.

Pada 2010, warga Amerika Serikat yang menganut Islam berjumlah 2,77 juta jiwa dari total populasi sebanyak 310,38 juta jiwa. Pada 2020 mendatang, angka itu diperkirakan bergerak menjadi 3,85 juta jiwa pemeluk Islam dari total populasi 335,03 jiwa orang Amerika Serikat.  

Pada 2050 nanti, jumlah orang Islam Amerika Serikat diprediksi mencapai 8,09 juta jiwa dari total populasi 394,35 juta jiwa. Pergerakan hingga 2050 ini melampaui yang terjadi pada agama Yahudi, sebagai agama mayoritas kedua di negeri asal Paman Sam itu.         

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement