Selasa 24 Jan 2023 15:05 WIB

Pakar Unsoed: Revisi UU Desa Lebih Tepat Soal Kewenangan Kades, Bukan Masa Jabatan

Kepemimpinan dalam waktu lama dinilai akan mengalirkan oligarki politik.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Agus raharjo
Sejumlah kepala desa dari berbagai daerah mealakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah dan DPR merevisi aturan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun per periode.
Foto: Republika/Prayogi.
Sejumlah kepala desa dari berbagai daerah mealakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Dalam aksinya mereka menuntut pemerintah dan DPR merevisi aturan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun per periode.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO - Tuntutan para kepala desa mengenai masa jabatan agar diperpanjang dinilai tidak tepat, jika berkaca pada hal-hal yang terjadi selama pandemi. Para kepala desa menuntut perpanjangan jabatan dari enam tahun menjadi sembilan tahun.

Namun belakangan, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) meminta masa jabatan kepala desa tidak hanya hanya diubah menjadi 9 tahun, tapi juga mengusulkan kepala desa bisa menjabat hingga 27 tahun atau 3 periode. Pakar Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman, Indaru Setyo Nurprojo, menjelaskan bahwa tuntutan para kades tersebut dinilai tidak tepat untuk revisi Undang-Undang Desa.

Baca Juga

"Kalau kepemimpinan dalam waktu lama akan mengalirkan oligarki politik yang tentunya membahayakan bagi demokrasi di desa," ujar Indaru kepada Republika.co.id, Selasa (24/1/2023).

Menurutnya, masa jabatan yang dinilai tepat adalah sembilan tahun per periode dan dapat menjabat untuk dua periode atau enam tahun dikali tiga periode. Hal ini mempertimbangkan biaya politik yang akan menjadi lebih rendah karena proses pilkades yang dibebankan kepada calon, bukan APBD Kabupaten.