REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat akan melakukan pengujian SARS-CoV-2 pada air limbah pesawat untuk melacak kasus Covid-19. Hal ini tengah dibicarakan dengan maskapai penerbangan.
Sejak September 2021, CDC telah mengetes pelancong internasional untuk Covid-19 secara sukarela melalui swab test hidung. Program ini sekarang mencakup tujuh bandara utama.
Kini, CDC ingin memperluas pengawasan dengan memasukkan air limbah. Tentunya, hal ini dapat memungkinkan CDC mengumpulkan lebih banyak data tentang varian yang muncul.
AS telah memantau virus corona dalam air limbah sejak CDC meluncurkan National Wastewater Surveillance System pada September 2020. Tetapi pengujian tersebut melibatkan air limbah dari rumah tangga atau bangunan, bukan sampel dari bandara atau pesawat.
"CDC sedang menjajaki semua opsi untuk membantu memperlambat masuknya varian baru ke Amerika Serikat dari negara lain. Sebelumnya, pengawasan Covid-19 pada air limbah telah terbukti menjadi alat yang berharga, dan pengawasan air limbah pesawat berpotensi menjadi pilihan," ujar staf pers CDC, Scott Pauley, seperti dilansir laman NBC News, Senin (23/1/2023).
Sebuah studi yang diterbitkan Kamis di jurnal PLOS Global Public Health menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat berguna. Tim peneliti dari Bangor University di Wales, Inggris menemukan bahwa virus corona beredar luas di air limbah dari bandara dan pesawat di Inggris, bahkan ketika pengujian Covid-19 disyaratkan untuk penumpang yang tidak divaksinasi.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengambilan sampel air limbah pesawat dapat mendeteksi infeksi tanpa gejala atau gejala awal yang mungkin terlewatkan oleh tes Covid-19, selain mendeteksi virus atau bakteri lain.
"Semakin banyak informasi yang Anda miliki, semakin akurat keputusan yang dapat Anda buat," ujar Kata Farkas, salah satu penulis penelitian dan petugas penelitian postdoctoral di Bangor University.