REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbaikan kondisi pandemi Covid-19 berdampak pada kinerja holding BUMN farmasi. Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir selaku induk holding farmasi tak menampik hal tersebut.
"Pada 2021 itu puncak penanganan pandemi Indonesia, kami menyediakan semua suplai untuk penanganan covid, baik obat-obatan, vitamin, hingga vaksin," ujar pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, tersebut saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Honesti menyampaikan pendapatan konsolidasi holding farmasi pada 2021 mencapai Rp 43,4 triliun atau tumbuh 203 persen dibandingkan 2020 yang sebesar Rp 14,3 triliun. Begitu pula dengan ebitda yang melonjak hingga Rp 4 triliun atau tumbuh 210 persen dari 2020 yang sebesar Rp 1,3 triliun serta laba bersih mencapai Rp 1,9 triliun atau tumbuh 568 persen dari 2020 yang sebesar Rp 289 miliar.
"Karena masih ada target vaksinasi yang masif makanya ada pertumbuhan sangat tinggi pada 2021," ucap Honesti.
Mantan Direktur Keuangan PT Telkom itu mengatakan, holding farmasi telah menyuplai sekitar 400 juta dosis vaksin yang mana 80 persen merupakan Sinovac. Langkah agresif ini, ucap Honesti, telah menyasar 70 persen dari total populasi Indonesia.
"Data Kemenkes, kekebalan kelompok sudah hampir 97 persen, makanya tingkat infeksi turun jadi 300 orang per hari dan semua terkontrol sehingga produk vaksin turun drastis pada 2022 karena sudah dilakukan pada 2021," ujarnya.
Honesti menyampaikan, holding farmasi telah mengantisipasi permintaan produk Covid-19 dengan mengoptimalkan produk noncovid. Honesti mengatakan permintaan pasar atas produk covid mengalami penurunan secara tahun ke tahun.
Untuk itu, holding farmasi bergerak untuk tetap menjaga pertumbuhan positf dengan produk reguler noncovid. Honesti menyebut hal ini menjadi program utama dalam perbaikan produk dan layanan di 2023 untuk dapat menjaga performa keuangan secara keseluruhan. Ia mengatakan pendapatan konsolidasi per kuartal III 2022 mencapai Rp 15,9 triliun yang mana Rp 11,1 triliun berasal dari penjualan produk noncovid.
"Ini langkah antisipasi untuk 2022 karena ada perbaikan kondisi pasca pandemi, maka kami coba aktifkan produk noncovid," ujarnya.
Honesti menyampaikan, prognosis pendapatan hingga akhir 2022 sekitar Rp 22,1 triliun atau turun 49 persen dari 2021 yang sebesar Rp 43,4 triliun. Namun, dia mengatakan, persentase produk noncovid memiliki kontribusi lebih besar yakni mencapai Rp 16 triliun dibandingkan produk covid yang sebesar Rp 5,9 triliun.
"Profitabilitas ebitda meski turun dari 2021 tapi dibandingkan sebelum pandemi masih tumbuh signifikan sebesar 17 persen. Untuk laba bersih, prediksi kami sampai 2022 mencapai Rp 546 miliar," kata Honesti.