REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) masih ramai diperbincangkan. Namun, wacana itu menulai banyak pro kontra di kalangan masyarakat. Sebagian masyarakat menilai perpanjangan masa jabatan kades akan membuat peluang korupsi makin besar.
Salah seorang warga Desa Cigawir, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut, Farhan (38 tahun), menilai, perpanjangan masa jabatan kades berpotensi meningkatkan peluang nepotisme. Pasalnya, anggaran yang masuk ke desa saat ini tidaklah sedikit.
"Kalau dalihnya masa jabatan sekarang tidak cukup, itu mengada-ngada. Kalau program tidak dilakukan mah pasti kurang. Kalau program jelas dikerjakan, target pasti tuntas sesuai waktu," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (24/1/2023).
Menurut dia, selama ini masyarakat hanya bisa melakukan evaluasi saat pemilihan kades (pilkades). Ketika ada kades yang tak bekerja dengan optimal, orang itu pasti tidak akan kembali terpulih. Namun, apabila masa jabatan diperpanjang, waktu masyarakat untuk melakukan koreksi akan menjadi makin lama.
Farhan menambahkan, sejak adanya dana desa, pembangunan infrastruktur di wilayahnya memang lebih masif. Menurut dia, dengan masa jabatan yang saat ini berlaku, para kades sudah bisa bekerja dengan baik.
Salah seorang warga lainnya, Jayadi (39), juga tak setuju dengan wacana perpanjangan masa jabatan kades. Menurut dia, pengawasan terhadap kades akan menjadi makin sulit ketika masa jabatannya diperpanjang.
"Saya tidak setuju. Itu akan menumbuhkan raja kecil di desa," kata lelaki yang pernah menjadi calon kades di Desa Desa Jayaraga, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut.
Jayadi menilai, saat ini saja masyarakat sering kesulitan untuk mengkritisi kebijakan kades. Peran badan permusyawaratan desa (BPD) juga sangat tumpul.
Menurut dia, masyarakat tidak kritis terhadap kades karena mereka takut. "Karena kebijakan dan pelayanan desa berpusat ke kepala desa. Ketika ada yang tidak baik, dikasih kode untuk dipersulit," ujar dia.
Salah seorang warga lainnya, Saefulloh, juga menolak wacana masa jabatan kades diperpanjang. Menurut dia, keberadaan Undang-Undang tentang Desa yang saat ini berlaku sudah sangat bisa memfasilitasi tugas kades membangun wilayahnya masing-masing.
"Kepala desa tidak usah neko-neko mau jabatan diperpanjang. Apakah waktu yang sekarang, masa jabatan 6 tahun dengan tiga periode, masih kurang? Kalau pekerjaan dilakukan efektif dan tetap jalan, itu akan optimal," kata lelaki yang pernah menjadi Kedes Pancasura di Kecamatan Singajaya, Kabupaten Garut, itu.
Ia pun mengaku merasa lucu melihat para kepala desa yang melakukan aksi untuk meminta masa jabatan diperpanjang di Jakarta beberapa waktu lalu. Menurut dia, aksi itu justru menunjukkan bahwa mereka sadar tidak bisa mengelola keuangan dengan baik dan benar, sehingga menilai waktu jabatan saat ini masih kurang.
Saefulloh menilai, perpanjangan masa jabatan kades hanya akan memperbesar peluang korupsi. Selain itu, potensi muda lain yang hendak mengembangkan desa juga akan makin kecil.
"Menurut saya, waktu yang sekarang sudah cukup. Pemerintah juga jangan mendukung. Kalau pemerintah mendukung, saya kira ini politisasi. Apalagi, sekarang jelang tahun politik," kata dia.
Ia juga mengimbau para kades untuk fokus bekerja mengembangkan wilayahnya masing-masing. Para kades jangan sampai terbawa oleh kepentingan politik praktis.
"Fokus dengan pekerjaan. Kalau pekerjaan baik, pasti akan terpilih lagi sampai tiga periode. Saya kita 18 tahun cukup untuk mengabdi," ujar Saefulloh.