Selasa 24 Jan 2023 21:18 WIB

RI di Antara Sedikit Negara yang Hanya Alami Dua Kali Gelombang Tinggi Infeksi Covid-19

Gelombang pertama Delta pada Juli-Agustus 2021 dan Omicron pada Februari-Maret 2022.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin Covid-19 kepada warga di Balai Kota Jakarta, Selasa (24/1/2023). Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyediakan 60.000 dosis vaksin Covid-19 per hari di 300 lokasi untuk mendukung pelaksanaan vaksinansi dosis keempat atau booster kedua bagi masyarakat umum berusia 18 tahun keatas.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin Covid-19 kepada warga di Balai Kota Jakarta, Selasa (24/1/2023). Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyediakan 60.000 dosis vaksin Covid-19 per hari di 300 lokasi untuk mendukung pelaksanaan vaksinansi dosis keempat atau booster kedua bagi masyarakat umum berusia 18 tahun keatas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, Indonesia masuk ke dalam negara yang merasakan gelombang tinggi infeksi Covid-19 hanya dua kali. Menurut Menkes, hanya sedikit negara di dunia yang mengalami hanya dua kali gelombang infeksi parah Covid-19.

"Kita masuk satu dari sedikit negara di dunia yang gelombangnya tingginya cuma dua, jadi biasanya sekarang sudah kami amati negara-negara di dunia itu puncak gelombangnya tuh ada yang empat, lima bahkan ada yang enam," kata Budi Gunadi saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR yang disiarkan daring, Selasa (24/1/2023).

Baca Juga

Budi menyebut, penanganan Indonesia cukup baik dibandingkan negara-negara lain dan beruntung hanya mengalami dua kali gelombang tinggi Covid-19. Yakni gelombang pertama Delta pada Juli-Agustus 2021 dan Omicron pada Februari-Maret 2022.

"Sesudah itu gelombang-gelombang besar dunia yang terjadi (subvarian) Ba.4, Ba.5 atau XBB di kita relatif lebih terkendali," kata Menkes.

Kondisi kasus Covid-19 yang terkendali ini, kata Budi, juga diikuti angka i (Rt) Covid-19 yang konsisten di bawah 1. Secara epidemiologis, kata dia, definisi terkendali dengan angka Rt di bawah 1.

Dia menjelaskan, kondisi terkendali ini juga dikarenakan beberapa strategi Di antaranya, kata Budi Gunadi, melalui peningkatan jumlah alat genome sequencing untuk mengidentifikasi musuh dan kekuatannya dari 24 kini menjadi 56 alat di 41 laboratorium di Indonesia.

"Itu meningkatkan lebih dari tiga kali lipat kapasitas genome sequecing, genome ini adalah strategi untuk mengidentifikasi musuhnya baik virus bakteri atau jamur," katanya.

Lalu alasan kedua, melalui strategi pertahanan rakyat melalui peningkatan imunitas atau antibodi masyarakat. Ini juga dilakukan oleh beberapa negara besar seperti India.

Menkes mengatakan, pemerintah melakukan serosurvei setiap enam bulan untuk mengetahui ketahanan masyarakat Indonesia. Terakhir pada 2022 lalu, 98 persen masyarakat Indonesia memiliki antibodi Covid-19.

"Mudah-mudahan di awal Februari akan keluar lagi hasilnya yang tiga, tapi hasil yang pertama dan kedua kita bisa lihat bahwa daya tahan masyarakat kita atau sistem pertahanan rakyat semesta kita tinggi sekali dari 87 persen naik ke 98 persen dan titer antibodinya atau kualitas pertahanannya naik dari 400 unit per ml menjadi 2.000," ujarnya.

Dia menjelaskan, ini juga yang membuat Indonesia tidak mengalami lonjakan pada lebaran tahun 2022 lalu. Untuk itu, sejumlah strategi ini yang akan terus digalakkan Pemerintah untuk penanganan kasus Covid-19 di Indonesia.

"Karena daya tahan masyarakat pada Juli 2022 tinggi sekali, akhirnya kita buka dan terbukti tidak ada lonjakan, pada saat ada varian baru pada saat menyerang banyak negara-negara di dunia," ujarnya.

 

photo
Regimen Vaksinasi Booster Dosis Kedua - (Infografis Republika)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement