Rabu 25 Jan 2023 06:30 WIB

Omnibus Law Kesehatan, 'Jalan Pintas' Agar Pemerintah Bisa Atur Dokter

Revisi UU Kesehatan di DPR direncanakan melalui metode omnibus law.

Ilustrasi dokter. Pemerintah ingin bisa mengatur hal-hal terkait dunia kedokteran lewat revisi UU Kesehatan dengan metode omnibus law.
Foto: www.freepik.com.
Ilustrasi dokter. Pemerintah ingin bisa mengatur hal-hal terkait dunia kedokteran lewat revisi UU Kesehatan dengan metode omnibus law.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah terus melakukan upaya dalam transformasi kesehatan di Indonesia. Salah satunya lewat revisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang nantinya menggunakan metode omnibus law.

Baca Juga

Ia mengatakan, saat ini pemerintah tak memiliki kewenangan apa pun terkait pengaturan kedokteran. Baik soal distribusi, produksi, hingga penerbitan izin bagi dokter dan dokter spesialis.

"Kita juga sampaikan ini secara terbuka ke teman-teman di Baleg, organisasi profesi, ke dekan fakultas kedokteran bahwa the goverment has to be able to govern, jadi pemerintah harus bisa memerintah," ujar Budi memberikan jawaban dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa (24/1/2023).

"Sekarang kita tidak bisa lakukan apa-apa, kalau kita kurang produksi dokter emang kita bisa ngatur dokter? Tidak bisa. Kita kurang distribusi dokter, emang pemerintah bisa ngatur distribusi dokter? Tidak bisa juga," sambungnya.

Kendati demikian, ia menjelaskan bahwa pemerintah bukan ingin menguasai isu-isu kesehatan di Indonesia. Namun, pengaturan perlu dihadirkan agar mudahnya mengatur dan mencari solusi tentang kesehatan di dalam negeri.

"Bukannya kita ingin menguasai, tapi kalau kita tidak bisa mengatur maka kejadiannya seperti ini. Kita sama sekali tidak bisa mengatur distribusi dokter, kita tidak bisa mengatur distribusi dokter, kita tidak bisa mengatur harusnya spesialisnya berapa, kompetensinya harusnya tidak rebutan seperti apa," ujar Budi.

"Kita akan kesulitan sendiri untuk memastikan bahwa layanan kesehatan di seluruh masyarakat itu cukup," sambungnya.

Harapannya dengan revisi UU Kesehatan, pemerintah bisa melakukan transformasi kesehatan. Niat tersebut juga sudah disampaikan kepada Badan Legislasi (Baleg) yang disebutnya tengah menyusun draf RUU tersebut.

"Secara resmi sudah kita sampaikan satu bundle mengenai transformasi sistem kesehatan kita. Nah kalau ditanya bapak atau ibu, kita tidak ada, kita landasannya buat pemerintah kalau ditanya ya, nomor satu apapun yang terjadi perubahan undang-undang ini harus bisa meningkatkan pelayanan kesehatan kemasyarakatan," tegasnya.

Anggota Komisi IX Fraksi Partai Golkar Yahya Zaini mengungkapkan, RUU omnibus Kesehatan merupakan usulan pemerintah, bukan DPR. Bahkan, ia mengungkapkan bahwa Budi sesungguhnya hanya pura-pura tidak tahu.

"Menkes ini pura-pura tidak tahu saja Pak Ketua (Komisi IX), maaf Pak Ketua, Baleg itu tidak pernah menyiapkan rancangan undang-undang setahu saya, ndak ada timnya di sana, ndak ada. Pasti dari pemerintah ini," ujar Yahya dalam rapat kerja dengan Menkes, Selasa.

Kemudian, Wakil Ketua Komisi IX Charles Honoris meluruskan, bahwa RUU omnibus Kesehatan saat ini sedang dirumuskan Baleg agar menjadi inisiatif DPR. Sehingga, wajar jika Budi belum memiliki draf resmi.

Yahya kemudian menimpali Charles dan mengatakan bahwa Budi pura-pura tidak tahu mana draf yang asli. "Sebentar Pak Ketua, ini kan main belakang Pak Ketua. Pak Menkes ini pura-pura tidak tahu saja Pak Ketua," ujarnya.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement